Pali, tvOnenews.com - Mengaku kesulitan air pada saat dilanda musim kemarau, saat ini para perajin industri batu bata merah di Desa Karta Dewa, Kecamatan Talang Ubi, Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (Pali), Sumatera Selatan, juga terkendala masalah pemasaran.
Para perajin batu bata ini mengaku tidak bisa produksi secara maksimal karena sulitnya mendapatkan air untuk mengolah tanah liat yang mana menjadi bahan utama pembuatan batu bata merah. Selain itu, kendala pemasaran juga memengarui omzet pendapatan para perajin sejak beberapa bulan terakhir, karena permintaan batu bata dari konsumen langsung menurun. Penjualan batu bata terpaksa dilakukan melalui tengkulak dengan harga murah.
Sarkum, yang telah 14 tahun menjadi perajin batu bata merah, saat ditemui pada Jumat (6/10/2023), menjelaskan akibat sulitnya mendapatkan air yang akan digunakan untuk mengolah tanah, mengakibatkan dirinya harus mengurangi hasil produksi. Ia juga mengaku, bila dibandingkan dengan musim penghujan, dirinya bisa memproduksi bata merah secara maksimal karena kondisi air yang gampang dan pengolahan tanah yang mudah karena terkena air hujan.
"Karena musim kemarau ini sumur sudah kering, jadi airnya beli dengan harga Rp200 ribu satu mobil tanki 5000 liter untuk 10 kubik pengolahan tanah liat, dan tentunya itu harus mengeluarkan modal tambahan lagi, jadi produksi saya kurangi. Kalau musim hujan, pengolahan tanahnya mudah karena terkena air hujan meskipun proses pengeringan batu bata menjadi lebih lama bila dibandingkan dengan musim kemarau, namun tidak membutuhkan modal tambahan untuk membeli air,” jelasnya.
Tak hanya sulitnya mendapatkan air, dirinya juga mengatakan terkendala masalah pemasaran dan modal. Akibat sulitnya mendapatkan air dan terkendala pemasaran, menyebabkan turunnya produksi dan harga batu bata, sehingga membuat omset penjualannya menurun.
"Susah air di musim kemarau, pemasaran yang kian sepi dan modal yang belum maksimal menjadi kendala yang kami hadapi saat ini,” ujarnya.
Aprianto, perajin batu bata merah lainnya di wilayah yang sama, juga mengatakan saat ini kondisi industri batu bata sedang lesu. Biasanya, ia bisa menjual sebanyak 10.000 batu bata per bulan. Namun dalam beberapa bulan terakhir, batu bata merah produksinya sulit laku. Ia mengaku belum mengetahui pasti apa yang menjadi penyebab turunnya pasaran batu bata merah. Padahal menurutnya kualitas batu bata nya sama saja, dan juga harga yang dijual oleh perajin batu bata Desa Karta Dewa lebih murah dibandingkan daerah lain karena ongkos kirimnya tidak begitu besar.
"Kebanyakan masyarakat dan kontraktor proyek di Pali ini, pesen batu bata dari daerah lain, beli batu bata dari Ujan Mas dan Palembang, sehingga pemasaran batu bata di tempat kami sepi. Rata-rata perajin di sini jual batu bata perbiji Rp550 perak kalau beli langsung di bangsal, jika di antar dalam wilayah Kabupaten Pali kami jual dengan harga Rp700 per biji dan ini lebih murah dari daerah lain, karena ongkos kirimnya tidak terlalu mahal,” terangnya.
Agar tetap bisa menjalankan usahanya, Aprianto terpaksa menjual batu bata produksinya kepada tengkulak. Meskipun demikian, harga batu bata ke tengkulak murah, hanya sekitar Rp300 per biji batu bata. Apabila dijual langsung ke konsumen, harga batu bata bisa mencapai Rp550 hingga Rp600 rupiah per biji.
"Terpaksa menjual batu bata ke tengkulak, karena mereka terjerat hutang. Selama ini, mereka biasa menghutang bahan bakar kayu kepada tengkulak. Jadi, ya, harus dijual ke mereka untuk nutup hutang. Rata-rata perajin di sini hanya memproduksi batu bata sebagai sumber pendapatannya, jadi mau tak mau agar usahanya tetap berjalan dijual murah ke tengkulak,” tutupnya. (bls/wna)
Load more