Dari barang bukti pakaian yang dikenakan korban dapat diambil kesimpulan bahwasanya pakayan (baju dan singlet) korban robek (berlubang) diakibatkan muntahan proyektil senjata api dan ditemukan residu yang melekat dari senjata api (berdasarkan uji proses kimia).
"Residu dapat terditeksi atau tertinggal di objek, jika jarak tembak dilakukan dibawah 70 cm atau ditembakkan dari jarak yang sangat dekat, jika lewat dari jarak 70 cm maka residu akan terbawa angin," jelas Supriadi dihadapan majelis hakim.
Lebih lanjut Supriadi mengatakan, di bulan Maret dirinya juga melakukan pemeriksaan terhadap satu pucuk senjata api untuk memastikan atau dilakukan perbandingan dengan barang bukti proyektil dan selongsong proyektil yang ditemukan di lokasi pembunuhan (TKP). Dan hasilnya proyektil serta selongsongnya juga berkesesuaian.
Lebih lanjut Supriadi membeberkan, senjata api pabrikan memiliki standart khusus sesuai dengan perizinan, seperti adanya putaran atau alur peluru jika ditembakkan ke objeknya sehingga lebih terarah dan lebih kuat lontaran proyektilnya, sedangkan senjata api jenis rakitan tidak ada alurnya sehingga daya kecepatan cendrung kurang kuat dan tidak setabil serta terkadang proyektil tidak dapat dipastikan arah lontarnya.
Sementara itu saksi ahli bahasa Imran dari Balai bahasa Sumut dihadirkan guna menjelaskan beberapa logat bahasa daerah dan penyebutan kata atau istilah yang pernah disampaikan para terdakwa dan saksi yang tertuang di BAP Kepolisian terkait perkara pembunuhan tersebut. Disimpulkan pada umumnya bahasa atau istilah yang disebutkan termasuk dalam kata perintah, (perintah untuk melakukan sesuatu).
Sedangkan dari saksi ahli forensik dihadiri oleh dr. Mistar Aritonang Staf Forensik Rumah Sakit Bhayangkara yang diperlukan keteranganya terkait prihal luka atau posisi luka tembak yang dialami korban. (tht/cai)
Load more