Langkat, tvOnenews.com - Terdakwa Dedy Bangun dan Persadanta Sembiring alias Sahdan dihadapkan dalam persidangan perkara pembunuhan Paino, mantan anggota DPRD Kabupaten Langkat sebagai saksi mahkota atas terdakwa Luhur Sentosa Ginting alias Tosa.
Secara terpisah saksi mahkota tersebut memberikan keterangan dihadapan majelis hakim yang diketuai oleh Ladis Meriana Bakara, berlangsung di ruang Prof Dr Kusumah Atmadja Pengadilan Negeri Stabat, Kamis (20/7/2023).
Dedy Bangun selaku eksekutor dalam kesaksianya mengatakan sebelum terjadinya pembunuhan terhadap Paino, dirinya ada menghubungi terdakwa Tosa untuk minta kerjaan, karena saat itu dirinya sudah tidak bekerja lagi dan tempat tinggalpun pun sudah tidak ada.
Melalui via seluler terdakwa Tosa langsung menanyakan dengan bahasa daerah Karo, apakah berani untuk bacok/membunuh dan dijawab Dedy jika cocok bayarannya bisa.
Beberapa hari kemudian Dedy dijemput oleh anggota Tosa dan dibawa kerumahnya, dirumah Tosa ia berjumpa dengan Tio dan Tato. Dedy sempat menanyakan kepada Tosa siapa yang mau dibacok, namun Tosa belum memberi tahu dan mereka langsung pergi ke Nenengan.
Di bukit Nenengan tersebutlah Tosa menunjukan foto dan nama orang yang akan dieksekusi (bunuh), dengan syarat jangan sampai terjadi keributan, Dedy sempat mengatakan jika mengeksekusi dengan cara membacok khawatir akan terjadi keributan.
Lalu Tosa menawarkan eksekusi dengan menggunakan senjata api, Dedy pun menyanggupinya, lalu Sahdan diperintahkan untuk mengambil senjata api kerumah Sumarti alias Atik, saat itu juga perintah Tosa dijalankan Sahdan, tak lama Sahdan kembali kelokasi lagi dengan membawa senjata api yang diperintahkan Tosa, dibungkus dengan plastik.
Awalnya rencana eksekusi terhadap korban gagal karena saat itu Paino yang mereka kejar, singgah ke warung yang sedang ramai orang dan ada personel BKO kebun, sehingga Dedy selaku eksekutor menunda aksinya dan melaporkanya ke Tosa.
Selanjutnya Sahdan diperintahkan Tosa untuk mengawasi Paino jika terlihat ada melintasi jalan yang selalu dilewatinya, sementara itu Dedy dan Tato sudah siaga dilokasi tertentu pula. Setelah mendapat info Paino akan melintas, Dedy langsung mengokang senpi, namun kokangan sempat macat, sementara Paino semakin mendekat.
Disitu Dedy berinisiatif agar Tato segera memalangkan sepeda motor yang mereka kendarai ditengah jalan seolah olah sedang terjatuh, otomatis Paino menghentikan kendaraanya, saat posisi Dedy dan Paino saling berhadapan, Dedy langsung mengeksekusinya dengan mengarahkan senjata api tepat didada korban dan langsung meninggalkan korban. Diperjalanan Dedy melaporkan via telefon kepada Tosa bahwasanya misi sukses (pembunuhan berhasil). Dari hasil kerjanya tersebut Dedy menerima imbalan sebesar Rp10 Juta dari terdakwa Tosa.
Dalam persidangan terungkap sebelum melakukan eksekusi terhadap Paino, Dedy bersama dengan Tio, Tato dan Rasyid sempat mengkonsumsi sabu di lokasi Nenengan, sabu diberikan oleh terdakwa Tosa.
Sebelumnya dalam persidangan Persadanta Sembiring alias Sahdan dalam kesaksianya mengatakan dirinya sudah lama bekerja dengan orang tua terdakwa Tosa Ginting sehingga ia mengenal terdakwa sejak masih kecil.
Shadan menjelaskan awal mula mengambil senjata api dirumah Sumarti alias Atik, sebelum terjadinya pembunuhan terhadap Paino. Ia mendapat telfon dari terdakwa Tosa yang memerintahkan agar menjumpai dirinya di daerah Nenengan.
Setibanya di Nenengan, selain berjumpa dengan terdakwa Tosa, dilokasi juga sudah ada terdakwa Dedy, Tio, Tato dan Rasyid. Nah saat itulah ia diperintah langsung oleh Tosa untuk mengambil senjata api dikediaman Sumarti alias Atik dengan sebutan bedil.
"Sana kamu ambil Bedil di tempat Atik," sebut Sahdan menirukan ucapan Terdakwa Tosa.
Saat berjumpa dengan Sumarti pesanan yang katanya senjata api, diserahkan kepada Sahdan dalam bentuk bungkusan dengan plastik. Siang itu juga sekembalinya ke Nenengan tempat terdakwa Tosa menunggu, bungkusan langsung diserahkan kepada Tosa.
Ketika dibuka terdakwa Tosa, isi bungkusan tersebut memang senjata api yang juga dibungkus dengan kain seperti baju warna putih dan hitam. Setelah memberikan senjata api tersebut lalu Sahdan ijin untuk melanjutkan pekerjaannya di kebun.
Sekitar sore hari dirinya dijemput kembali oleh terdakwa Tosa dan dibawa ke gudang kosong milik terdakwa Tosa, disana ia juga melihat sudah ada Tato, Tio, Dedy dan Rasyid.
Sahdan diperintahkan terdakwa Tosa untuk melihat keberadaan Paino diwarung pondok panglong yang tak jauh dari lokasi gudang berboncengan dengan Tato. Namun Paino tidak berada diwarung tersebut dan mereka kembali berkumpul sambil menunggu Paino sesuai arahan Tosa.
Beberapa waktu kemudian memang Paino ada melintas dilokasi, lalu mereka melakukan pengejaran terhadap Paino sesuai perintah Tosa. Namun Paino tidak berhasil dikejar, mereka pun kembali kelokasi untuk melapor kepada Tosa.
Selanjutnya Sahdan diperintahkan Tosa untuk mengawasi Paino disekitar pangglong sekira jam 20.00 WIB. Sahdan menunggu Paino dikediaman Ganda teman kerjanya, yang lokasinya berada dipinggir jalan.
Beberapa jam kemudian, setelah mengetahui Paino akan melintasi lokasi tersebut, Sahdan langsung melaporkannya kepada Tosa dan ia langsung pulang kearah Tanjung Keriahan bersama istrinya. Dimalam itu juga, saat masih diperjalanan Tosa kembali menelepon Sahdan dan menanyakan apakah dirinya ada mendengar suara tembakan.
Sahdan sempat bertanya kepada Tosa.
"Tembakan apa bos, lalu oleh Tosa dijawab, Itu tadi udah ditembak anggota, si Paino", ucap Tosa.
Sehari setelah melakukan perannya tersebut, Tosa ada memberikan uang sebesar Rp5 Juta kepada dirinya saat berada di Key Garden. Bahkan setelah itu Sahdan diperintah Tosa agar pergi ke daerah Aceh dan diberi uang saku lagi sebesar Rp2 juta oleh keluarga Tosa untuk bekal dirinya di Aceh nantinya.
Namun terdakwa Luhur sentosa Ginting alias Tosa dalam persidangan menyanggah atas kesaksian dari saksi mahkota Persadanta Sembiring alias Sahdan dan Sahdan tetap pada kesaksianya. (tht/haa)
Load more