Medan, tvOnenews.com - Alasan Hakim Ringankan Hukuman Kapten Infanteri Hormat Togarly Purba, anggota Paspampres, yang terlibat dalam kasus penipuan terhadap warga sipil di Pengadilan Militer Medan, kini diungkapkan.
Majelis hakim dari Pengadilan Militer 1-02 Medan, yang dipimpin oleh Kolonel Chk Asril Siagian, dalam putusan resmi menyatakan bahwa hukuman terdakwa telah diringankan dengan mempertimbangkan beberapa faktor, salah satunya adalah penghargaan yang diterima oleh terdakwa.
"Kami mempertimbangkan penghargaan yang diterima oleh terdakwa atas kesetiaannya dalam melayani negara, yaitu Satya Lencana ke-14 dan Satya Lencana ke-16 selama 8 tahun," ungkap majelis hakim saat persidangan pada Senin (29/05/2023).
Selain itu, majelis hakim juga menyoroti reputasi baik terdakwa di dalam satuan dan kurangnya catatan kejahatan di dalam maupun di luar satuan.
"Anggota Paspampres ini dikenal baik dalam kesatuannya dan tidak pernah terlibat dalam kejahatan baik di dalam maupun di luar satuan," katanya.
"Mengenai disiplin, terdakwa tidak pernah menerima hukuman baik disiplin maupun pidana selama menjalani tugasnya," ungkap majelis hakim dari Pengadilan Militer Medan.
Namun, fakta persidangan mengungkapkan bahwa terdakwa melakukan tindak penipuan terhadap warga sipil di luar satuan dengan nilai kerugian mencapai puluhan juta rupiah, dengan modus pengurusan surat sertifikat tanah seluas 31 hektar di Desa Huta Raja, Dolok Sanggul, Humbang Hasundutan (Humbahas).
"Karena perbuatan terdakwa, korban mengalami kerugian sebesar 59.567.000 rupiah dan kehilangan berkas perkara surat tersebut," ujarnya.
Terdakwa Kapten Infanteri Hormat Togarly Purba dengan NRP 2196004140775 telah mengabdi kepada negara sebagai anggota TNI selama puluhan tahun.
"Benar bahwa terdakwa telah mengabdi selama 27 tahun," ucapnya.
Selama proses persidangan, terdakwa dari Paspampres ini bersikap sopan dan kooperatif, yang menjadi pertimbangan bagi majelis hakim.
"Terang-terangan di persidangan, terdakwa menyatakan penyesalan atas perbuatannya dan tidak akan mengulanginya lagi. Selama persidangan, terdakwa bersikap sopan dan kooperatif," ucapnya.
Berdasarkan alasan tersebut, majelis hakim dari Pengadilan Militer Medan memutuskan untuk meringankan hukuman terdakwa dari tuntutan awal 16 bulan menjadi 9 bulan 15 hari penjara.
"Majelis hakim berpendapat bahwa tuntutan tersebut perlu diringankan berdasarkan permohonan penasehat hukum terdakwa yang menyatakan agar hukuman diberikan seadil-adilnya. Kami setuju dengan permohonan tersebut," ucapnya.
Namun, terdapat beberapa faktor yang memberatkan terdakwa sehingga harus dihukum, yaitu terbukti bersalah dalam kasus ini di Pengadilan Militer Medan.
"Terdapat bukti yang cukup menunjukkan bahwa terdakwa menguntungkan diri sendiri melalui tipu muslihat dengan membohongi orang lain," katanya.
Perbuatan terdakwa dari Paspampres ini juga bertentangan dengan aturan yang berlaku di TNI, terutama Sapta Marga dan Sumpah Prajurit.
"Perbuatan terdakwa ini bertentangan dengan prinsip Sapta Marga, terutama yang ketiga, dan Sumpah Prajuritnya," kata hakim.
Perbuatan terdakwa ini juga mencemarkan nama baik institusi TNI dan kesatuan Paspampres.
"Perbuatan terdakwa telah mencemarkan nama baik TNI, terutama kesatuan Paspampres," ucapnya.
Perbuatan terdakwa ini juga menyebabkan kerugian finansial bagi korban Yan Edward Simanjuntak, dengan jumlah kerugian mencapai puluhan juta rupiah.
"Korban mengalami kerugian sebesar 59.567.000 rupiah dan kehilangan berkas perkara surat tersebut," ujarnya.
Untuk diketahui sebelumnya, Yan Edward Simanjuntak menjadi korban penipuan pada Desember 2021. Dia bertemu dengan tersangka Togarly yang mengaku bisa membantu meningkatkan status surat tanahnya menjadi sertifikat hak milik. Edward percaya pada Togarly karena dia berdinas di Paspampres dan dekat dengan lingkaran kepresidenan.
Togarly meminta uang sebesar Rp 50 juta sebagai biaya awal. Meskipun Edward merasa jumlahnya terlalu tinggi, Togarly menjelaskan bahwa sebagian uang tersebut akan diberikan kepada pimpinan dan anggota yang menggantikannya di satuan, serta untuk keperluan operasional. Edward mentransfer Rp 30 juta terlebih dahulu, sambil berjanji akan mengirim sisa Rp 20 juta keesokan harinya.
Togarly meminta Edward untuk mengirim sisa uang tersebut ke rekening atas namanya sendiri. Setelah itu, Togarly dan Edward bertemu dengan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Sumut, Dadang Suhendi, untuk mengurus surat tanah. Namun, Dadang menjelaskan bahwa pengurusan surat tersebut bukanlah wewenangnya, melainkan wewenang Kantor Pertanahan Humbang Hasundutan.
Edward meminta Togarly untuk menemui Kepala Kantor Pertanahan Humbang Hasundutan. Mereka menggunakan mobil sewaan Toyota Innova untuk perjalanan tersebut. Selama di Medan, Togarly meminta uang, fasilitas mobil, hotel, oleh-oleh, dan tiket pesawat sebesar Rp 9,5 juta untuk berziarah ke makam orangtuanya. Namun, setelah menunggu cukup lama, pengurusan surat tanah tersebut tidak kunjung selesai.
Akhirnya, Edward melaporkan Togarly ke Polisi Militer Kodam I Bukit Barisan dan Markas Paspampres. Togarly mencoba untuk mencapai kesepakatan damai dengan menjanjikan pembayaran kerugian sebesar Rp 1,5 juta per bulan, tetapi tawaran tersebut ditolak oleh Edward.
(ayr/fna)
Load more