Natuna, tvOnenews.com - Syamsudin masih ingat betul saat material tanah bergulung dari atas bukit lalu menyapu sedikitnya 27 rumah di Kecamatan Serasan, Natuna, Kepulauan Riau. Ia salah satu warga selamat setelah berhasil menghindar dari laju material longsor.
Langit di atas Serasan, Senin (6/3/2023) pagi, lebih cerah. Tidak pekat seperti hari sebelumnya. Hujan yang mengguyur kecamatan berjarak delapan jam perjalanan laut dari Ranai ibukota Natuna itu seakan membuat perkampungan tertidur.
Hujan deras dan nyaris tiada henti empat hari belakangan telah membuat sebagian besar warga malas keluar rumah - lebih memilih bersantai, menghangatkan tubuh dari udara luar yang terasa kian lembab.
Hari masih pagi ketika warga di Desa Pangkalan dan Desa Genting berduyun keluar rumah. Rundingan kecil dari beberapa orang sebelumnya spontan mengundang warga lain untuk melakukan bersih-bersih kampung.
Pagi itu, warga di dua desa ini bergotong royong membersihkan parit, serta lingkungan untuk menghindari muncul genangan.
Di Desa Genting satu jam menjelang tengah hari, pukul 11.00 WIB. Gotong royong bersih-bersih kampung diakhiri.
Beberapa warga memilih pulang. Sedang sebagian lainnya memutuskan melanjutkan dengan bencengkrama sembari menyantap roti meminum kopi.
Syamsudin berada di rombongan itu. Jumlah mereka belasan orang. Termasuk Wawan Setiawan, Kepala Desa Pangkalan yang hingga kini belum ditemukan.
Lelaki berusia sekitar 42 tahun ini sebetulnya bukan penduduk desa itu. Kepedulian membantu warga Desa Genting bergotong royong lantaran istrinya adalah asli desa ini.
Ia sebetulnya menetap di sebuah perkampungan di Serasan Timur. Namun demikian, Syamsudin sangat sering berada di Desa Genting karena keluarga besar istrinya berada di situ.
Dalam keriangan bercengkrama, tiba-tiba seorang lelaki datang menghampiri. Ia mengajak pergi ke rumah Pak Nurdin yang berada tidak jauh dari situ.
"Rumah Pak Nurdin runtuh," kata lelaki itu mengabarkan.
Syamsudin bersama empat orang lainnya segera bergegas pergi. Namun belum lama melangkah, terdengar suara bergemuruh dari arah bukit.
"Suaranya sangat kuat. Bergemuruh. Saya pikir itu suara pesawat. Seperti pesawat jatuh," kata Syamsudin, Selasa (7/3/2023).
Dialihkannya pandangan ke belakang. Dan seketika itu matanya terbelalak. Tebing bukit yang berada di atas pemukiman bergerak, lalu dengan cepat bergulung turun.
Tak pikir panjang lagi, Syamsudin berlari secepat mungkin. Gulungan material tanah dari tebing meluncur deras, menyapu pemukiman warga.
Dalam kondisi itu Syamsudin masih teringat rekan-rekan yang ia tinggalkan. Juga keluarga istrinya.
"Tapi saya terus lari. Gulungan tanah seketika saja ada di belakang kami," katanya.
"Sangat cepat. Tidak hitungan menit, tetapi hitungan detik," ucapnya.
Dalam waktu sesingkat itu, tanah longsor menutup puluhan rumah dan sebagian besar jalan di perkampungan.
Sesaat suasana sunyi, lalu seketika ditimpa pekik ketakutan.
Syamsudin dan empat rekannya berhasil lolos dari kejaran material tanah longsor. Tapi tidak dengan warga sedang beristirahat yang dia tinggalkan. Juga dengan sejumlah keluarga istrinya.
"Adik kami sampai sekarang belum ditemukan. Adik kami yang perempuan," katanya.
Ia menghitung, sedikitnya 30an orang di Desa Genting tertimbun material.
Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kepri, sebanyak 27 rumah di Desa Genting dan Desa Pangkalan Kecamatan Serasan tertimbun longsor.
Hingga Rabu (8/3/2023), total korban meninggal dunia dalam bencana ini sebanyak 12 orang. Korban meninggal dimungkinkan bisa bertambah. Masih ada 43 warga dinyatakan hilang dan dimungkinkan tertimbun material.
Dalam bencana ini, sebanyak 1.216 orang diungsikan. (KSH/LNO).
Load more