Manggarai,NTT, tvOne
Sawah milik Antonius Jeharum di persawahan Desa Tal, Kecamatan Satarmese, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur diserang hama Kutu Loncat. Ayah lima anak dengan empat orang cucu itu benar-benar makan angin. Bagaimana tidak, tanaman padi seharusnya dipanen akhir bulan Juni tampak seperti rumput kering yang tumbuh di atas petak-petak sawah.
Petani 54 tahun ini akhirnya merasakan juga gagal panen seperti yang dirasakan petani Satarmese saat ini. Dia nyaris tak percaya melihat dahsyatnya daya rusak yang ditimbulkan oleh hama pengganggu tanaman yang oleh petani Satarmese disebut Kutu Loncat.
Seluruh tanaman padi milik Antonius yang berusia lebih dari tiga bulan hanya menyisakan butir-butir hampa yang sama sekali tak mengandung beras. Karena tak satupun petak sawah yang bisa dipanen membuat Antonius Jeharum melepas dua ekor kerbau miliknya di sawah tersebut.
“Ini gagal panen terparah yang saya alami selama saya hidup. Ini padi yang rusak ini cocok jadi rumput untuk kerbau saja,” ujar Antonius ditemui di sawahnya, Rabu (22/6/2022).
Disertai rasa kecewa yang dalam, dia mengaku, pada musim tanam kedua yang dimulai sejak April 2022 dia telah menghabiskan biaya Rp2,5 juta rupiah.
“Kali ini tekor yang mati punya, tak sepetak pun yang bisa dipanen. Ongkos tenaga kerja, traktor, pemupukan dan penyemprotan habis percuma,” sebut dia.
Diterangkannya, serangan kutu loncat ditandai dengan perubahan warna batang padi dari warna hijau menjadi cokelat kemera-merahan.
Kondisi tersebut, lanjut dia, kemudian dengan cepat menyebar ke petak-petak sawah yang lain hingga akhirnya semua tanaman padi menjadi layu dan kering.
“Waktu padinya mulai berubah warna saya langsung semprot bahkan semprotnya sampai empat kali tapi tetap saja tidak mempan. Memang ini kutu loncat lebih sadis dari hama padi yang lain pak,” tuturnya.
Tak jauh dari Antonius Jeharum, sawah milik Petrus Bandung juga mengalami hal serupa. Beberapa petak tanaman padi yang berusia dua bulan mulai mengering padahal aliran air ke sawah berukuran 25x100 m2 itu cukup lancar demikian juga pemupukan sesuai takaran dan luas sawah.
“Coba pak lihat itu beberapa petak-petak macam rumput kering dan tidak lama lagi pasti rata ke semua petak-petak sawah. Lepas saja tidak usah diurus lagi anggap saja kalah judi. Jangan mimpi bisa panen padi tahun ini,” pasrah Antonius.
Menurutnya, hama Kutu Loncat menyerang persawahan Satarmese sejak tahun 2018 lalu. Namun upaya pengendalian hama melalui penyemprotan pestisida tak pernah berhasil.
Meski sudah menjadi momok, lanjut Antonius, namun Dinas Pertanian dan PPL tidak memiliki terobosan bagaimana caranya mengendalikan hama yang tepat selain pestisida.
“Itu yang kami kecewakan, Dinas Pertanian maupun tenaga PPL sama juga otaknya dengan kami petani tidak sanggup mengendalikan hama. Coba kasi tahu kami, bagaimana caranya dan obat-obatan apa yang cocok selain yang kami pakai selama ini,” ucap pria 34 tahun itu.
Di tempat terpisah, Sekretaris Dinas Pertanian Kabupaten Manggarai, Mika Dima mengaku telah menerima begitu banyak laporan gagal panen yang dialami para petani di Satar Mese yang mencapai 30 persen dari total luas sawah 6.000 hektare.
Mika Dima memastikan, jenis hama yang kini menyerang persawahan Satarmese merupakan Wereng Batang Cokelat atau WBC, bukan Kutu Loncat seperti yang disampaikan oleh petani.
“Itu sebetulnya bukan Kutu Loncat mungkin karena para petani yang saja yang tidak tahu tetapi itu merupakan satu jenis Wereng , Wereng cokelat yang sering menyerang tanaman padi di dalam waktu-waktu kondisi tertentu yang kurang bersahabat dengan tanaman,” jelas Mika Dima.
“Terkait persoalan gagal panen yang terjadi di Kecamatan Satarmese di situ ada cukup luas serangan yang terjadi dengan intensitas 25-30% terjadi di beberapa lokasi yang terserang di Kecamatan Satarmese di Desa Iteng, Desa Paka, Desa Wewo, Desa Tal dan juga di Kecamatan Satarmese Barat ada Desa Hilihintir sebagian,” paparnya.
Menurutnya, sejumlah opsi telah disiapkan untuk mengendalikan WBC yang terus terjadi di Satarmese seperti menghentikan penanaman serempak, pengendalian pestisida dan pergantian pertanaman.
“Kita harus mengantisipasi dengan cara yang pertama bisa menggunakan pestisida. Tetapi kadang-kadang pestisida tidak mempan karena kalau sudah terserang cukup berat itu tidak ada gunanya juga. Nah, satu-satunya jalan yang harus kita lakukan adalah eradikalisasi total artinya bahwa dalam satu musim tanam itu kita stop, stop untuk melakukan penanaman,” tekan Mika.
Kedua, imbuhnya, petani harus mau mengganti varietas dengan cara mengganti jenis padi yang mudah terserang hama diganti dengan yang tahan terhadap wereng.
“Yang ketiga, kita lakukan pergantian komodoti. Katakan selama ini ditanam terus dengan komoditi padi kita juga bisa menggunakan jagung dan kacang-kacangan.
Belajar dari sifat dari serangan wereng cokelat, Mika Dima mengharapkan laporan dini dari petani agar pengendalian hama bisa dilakukan dengan cepat.
“Kalau sudah serang artinya tidak bisa diselamatkan lagi. Makanya kami sangat mengharapkan para petani juga harus merespon kejadian di lapangan terhadap pertanaman mereka kalau memang terjadi serangan jangan menunggu sampai serangan itu hebat atau berat dulu baru laporkan tetapi sejak awal kalau ada tanda-tanda serangan minimal mereka harus berkoordinasi melaporkan kepada petugas lapangan kita untuk selanjutnya dapat penanganan tetapi biasanya kalau ada serangan dan mendapatkan laporan kami membantu pengendalian menggunakan pestisida,” tutupnya.
Jo Kenaru
Load more