Bahas Masa Depan SDM dan Sektor Digital Informal, Kemenko PMK Gelar Simposium Nasional
- Istimewa
“Kita tidak bisa mengatur sektor digital informal dengan pendekatan konvensional atau langsung dilakukan formalisasi karena efek dominonyau luas. Diperlukan data yang akuratdan kemitraan strategis antara pemerintah, industri, dan pelaku platform untuk dapat menghasilkan kebijakan yang responsif dan relevan di era ekonomi digital saat ini,” tegas Rudy.
Simposium ini juga menyoroti pentingnya ekonomi digital sebagai bantalan sosial di tengah tantangan dunia kerja. Pekerja lepas atau gig worker seperti ojek online diakui sebagai bagian penting dari ekosistem digital yang berkembang pesat.
Menurut Nailul Huda, Direktur Ekonomi Digital CELIOS, hasil Sakernas 2022 mencatat sekitar 1 juta gig worker berprofesi sebagai ojek online. Ia menekankan dampak positif sektor ini, khususnya di layanan ride-hailing.
“Kota-kota yang memiliki layanan ride-hailing tercatat memiliki tingkat kemiskinan 37% lebih rendah dibandingkan kota lain,” jelasnya.
Atas dasar itu, menurutnya pertumbuhan sektor ini perlu dijaga, sekaligus memastikan perlindungan sosial dan akses kesehatan yang layak bagi para pekerjanya. Peningkatan kualitas SDM disektor digital informal perlu dilakukan melalui program reskilling dan upskilling yang relevan dengan kebutuhan industri. Integrasi pelatihan ini menjadi kunci untuk menjawab ketimpangan keterampilan tenaga kerja digital dan mendorong formalisasi yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Diskusi multipihak merekomendasikan penyusunan kerangka kebijakan pengembangan SDM digital informal yang mencakup :
1. Perlindungan Sosial Adaptif : Merancang skema perlindungan sosial yang sesuai dengan karakter informal dan fleksibel sektor digital, termasuk jaminan sosial berbasis kontribusi sukarela untuk pekerja digital informal. Head, Regional Public Affairs Grab dan Head of Economy Cluster & Senior Researcher The SMERU Research Institute memberikan gambaran bagaimana pendekatan yang dilakukan dalam konteks global. Pemerintah di Rwanda dan beberapa negara Asia Tenggara misalnya, berkolaborasi dengan platform untuk memastikan kemudahan SDM mengakses jaminan sosial dan menabung untuk masa pensiunnya, dengan skema subsidi yang proporsinya lebih besar diberikan oleh pemerintah.
2. Formalisasi Pengembangan Kapasitas SDM (Upskilling & Reskilling) : Mengembangkan program pelatihan berbasis kebutuhan industri melalui pendekatan modular dan mikro kredensial, agar pekerja digital informal dapat meningkatkan keterampilan secara fleksibel dan berkelanjutan. Chief Economist Prakerja juga menegaskan bahwa program pelatihan perlu didukung dengan ekosistem yang inklusif mengacu pada standar kompetensi, yaitu Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia dan Standar kompetensi khusus atau internasional.
Load more