tvOnenews.com - DPR RI baru saja mengesahkan RUU menjadi UU No. 34 Tahun 2024 tentang Tentara Nasional Indonesia. Pengamat militer Institute for Security and Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, menilai UU ini tidak perlu dikhawatirkan karena tetap mengatur bahwa TNI tidak boleh berbisnis dan berpolitik.
“Tetapi memastikan bahwa perubahan ini tetap dalam koridor reformasi dan demokrasi,” ujarnya saat dihubungi di Jakarta, Jumat (21/3).
Kekhawatiran yang muncul di publik saat ini adalah asumsi jika UU TNI akan memunculkan sentimen bangkitnya dwifungsi militer, karena dominasi militer di ranah sipil sebagaimana terjadi pada masa Orde Baru.
“Padahal, jika ditelaah secara cermat, revisi ini tidak mencabut larangan bagi prajurit TNI untuk berpolitik dan berbisnis. Artinya, militer tetap diposisikan dalam koridor profesionalisme dan tidak diperbolehkan memasuki arena politik praktis maupun ekonomi,” jelas Fahmi.
Fahmi mengatakan hal ini bila dicabut menimbulkan risiko besar jika diterapkan.
“Alih-alih mencurigai dan menolak secara berlebihan, langkah yang lebih bijak adalah mengawal implementasi perubahan ini agar tetap berjalan sesuai dengan semangat reformasi. Beberapa hal yang perlu diawasi ke depan adalah bagaimana peran baru TNI dalam OMSP diterapkan, bagaimana mekanisme pengawasan terhadap prajurit yang ditempatkan di lembaga sipil, serta bagaimana dampak perubahan usia pensiun terhadap dinamika internal TNI,” jelasnya.
“Meskipun revisi ini tidak menghapus larangan berpolitik dan berbisnis, kontrol terhadap penerapannya tetap harus diperkuat agar tidak terjadi penyimpangan yang dapat mengarah pada kembalinya pola lama. Keterlibatan TNI dalam ranah sipil, tetap harus diawasi dan diatur dengan ketat, untuk menghindari potensi melebarnya pengaruh militer dalam birokrasi negara, yang banyak dikhawatirkan,” lanjutnya.(chm)
Load more