Maluku Tengah, tvOnenews.com- Seorang pemuda mendayung sejauh 15 mil di sekitar Perairan Laut Banda sebagai aksi protes atas terbitnya kebijakan pemerintah terkait Penangkapan Ikan Terukur. Aksi ini digelar bertepatan dengan peringatan hari Nelayan Nasional yang diperingati setiap 6 April.
Koordinator aksi, Kamal Kumkelo mengatakan, aksi ini dilakukan sebagai wujud protes kepada pemerintah atas diterbitkannya PP 11 Tahun 2023 Tentang Penangkapan Ikan Terukur. Aksi mendayung menerobos wilayah batas ini adalah bentuk perlawanan atas berbagai kebijakan serampangan yang dikeluarkan pemerintah tanpa mempertimbangkan kondisi nelayan kecil.
"Kenapa kami mendayung sejauh 15 mil? Karena dalam aturan nelayan hanya dibatasi melaut sejauh 12 mil. Kami menerobos batas maksimal yang bisa ditempuh oleh nelayan kecil untuk mencari ikan, sebagai bentuk protes. Kami gelar aksi ini di Perairan Laut Banda karena pelaksanaan PIT akan dilakukan pertama kali di Zona 3 salah satunya WPP 714 ini," kata Kamal, Kamis (6/4/2023).
Aksi mendayung ini dilakukan oleh Abdul Kadir Zailani Angkotasan. Ia mewakili suara para nelayan yang haknya berpotensi diberangus regulasi pemerintah. Ia mendayung sejauh 15 mil dan membentangkan poster berisi penolakan kebijakan Penangkapan Ikan Terukur.
Aksi ini sekaligus desakan kepada pemerintah untuk mengkaji ulang atau mencabut PP No 11 Tahun 2023. Kamal mengatakan, kebijakan Penangkapan Ikan Terukur (PIT) adalah upaya sistematis pemerintah merampas hak nelayan kecil yang menggantungkan hidup pada hasil laut. Ini terlihat dari banyaknya pasal dalam PP ini yang menguntungkan pemodal asing dan korporasi besar.
“Bayangkan jika kapal skala besar diizinkan menangkap ikan di perairan Indonesia, lalu apa yang tersisa untuk nelayan kecil?” kata Kamal.
Jala ina menilai kebijakan ini kontradiktif dengan kondisi perikanan tangkap di Indonesia. Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No 19 Tahun 2022, disebutkan bahwa Estimasi Potensi Sumber Daya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia mayoritas berstatus eksploitasi penuh.
Misalnya, di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 714 yang meliputi Laut Banda, kondisi populasi ikan pelagis kecil, pelagis besar (non tuna dan cakalang) ikan demersa, ikan karang, lobster, kepiting dan rajungan berada di kisaran 0,5 hingga 0,7.
Angka ini berdasarkan tingkat pemanfaatan berarti ada dalam kondisi fully exploited dimana harusnya (upaya penangkapan dilakukan dengan pengawasan ketat.
“Tanpa kebijakan ini saja, nelayan sudah kesulitan mencari ikan karena kondisinya memang ikan tidak sebanyak dulu. Apalagi jika kebijakan ini diberlakukan.
Jaring nelayan kecil akan kalah dengan jaring-jaring dari kapal ikan berskala besar,” kata Kamal. Karena itu, Yayasan Jala Ina menolak pengesahan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur karena merampas hak-hak nelayan kecil dan nelayan tradisional.
Jala Ina mendesak pemerintah pertama Membatalkan PP No 11 Tahun 2023 Tentang Penangkapan Ikan Terukur, dan kedua Mendesak Pemerintah membuat kebijakan terkait pengelolaan sumber daya ikan nasional yang berorientasi pada kepentingan nelayan tradisional dan nelayan kecil.
(chy/asm)
Load more