PSMTI Surabaya Bersama Komnas PA dan Psikolog Edukasi Pelajar Cegah Bullying
- tim tvOne
Surabaya, tvOnenews.com - Jawa Timur menempati posisi kedua kasus bullying tertinggi di Indonesia. Menyikapi hal itu, Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Kota Surabaya bersama SMAN 20 Surabaya, Komnas Perlindungan Anak (PA) Jawa Timur, dan Biro Psikolog Soulusi menggelar seminar anti-bullying di SMAN 20 Surabaya, Jumat (15/8).
Sekretaris PSMTI Surabaya, Mahendra Suhartono, mengatakan program ini sejalan dengan visi Ketua PSMTI Surabaya untuk mendorong anak muda berkembang secara positif.
“Permasalahan anak muda saat ini, terutama di sekolah, salah satunya adalah bullying. Apalagi di media sosial, banyak kasus yang bahkan berujung tragis hingga korban bunuh diri. Ini yang sangat kami sayangkan,” ujarnya.
Ia menegaskan pentingnya pemahaman batas antara bercanda dan bullying.
“Kalau bercanda itu tidak ada yang tersakiti. Tapi kalau sudah memukul, menampar, atau menjambak hingga menyakiti, itu sudah masuk kategori bullying,” tegasnya.
Mahendra juga menyoroti pengaruh media sosial sebagai pemicu perundungan. “Harapan kami, para siswa bisa terus berkembang, bebas dari bullying, dan menjadi generasi yang kuat secara mental,” pungkasnya.
Seminar menghadirkan narasumber Komnas PA Jatim Febri Roni Pikulun, Komnas PA Surabaya Syaeful Bahri, Psikolog Soulusi Elgi Selis Setiana, serta Dosen Unesa Rendy Airlangga.
Ketua Komnas PA Jatim, Febri Roni Pikulun, menyebut perilaku perundungan kini terjadi tidak hanya di sekolah, tetapi juga dalam pergaulan bahkan keluarga.
“Indonesia merupakan negara dengan kasus bullying di sekolah tertinggi di Asia. Di Jawa Timur sendiri, perilaku kekerasan ini merata dari Banyuwangi hingga ujung barat provinsi,” jelasnya.
Menurut Febri, kasus terbanyak saat ini adalah bullying nonverbal melalui media sosial.
“Media sosial seperti WhatsApp dan Instagram menjadi saluran utama. Tidak seperti tahun 80-an atau 90-an yang cenderung fisik, sekarang mayoritas kasus dilakukan secara online,” katanya.
Meski kasusnya tinggi, banyak tidak terpublikasi demi melindungi korban. Komnas PA akan melakukan evaluasi rutin untuk memetakan daerah dengan angka perundungan tertinggi.
"Yang penting ada tindakan tegas bagi pelaku, perlindungan bagi korban, serta langkah pencegahan yang konsisten,” tegas Febri.
Waka Kesiswaan sekaligus Ketua TP2K SMAN 20 Surabaya, Heri Susanto, menyebut seminar ini membuka wawasan siswa.
“Kami ingin anak-anak tahu cara menghadapi bullying dan tidak melakukan hal yang sama. Tadi bahkan ada yang mulai terbuka bercerita, ini hal positif,” ujarnya.
Ia menjelaskan TP2K melibatkan guru, orang tua, komite, dan tim BK.
“Kalau ada laporan, kami tindak lanjuti. Pernah tiga tahun lalu seorang siswa baru menerima video call yang menjurus ke kejahatan. Laporan temannya membuat kasus cepat ditangani, dan korban kini sudah membaik,” jelas Heri.
Menurut Heri, penanganan pelaku dilakukan bertahap, mulai dari pembinaan hingga melibatkan orang tua. “Harapannya, kerja sama intens ini bisa mencegah kasus berulang,” katanya.
Psikolog Soulusi, Elgi Selis Setiana, menegaskan bullying bukan sekadar masalah anak-anak, melainkan pelanggaran hak asasi.
"Lingkungan sekolah, rumah, dan dunia digital harus menjadi ruang aman, bukan ladang kekerasan. Menghentikan bullying bukan hanya tugas korban atau sekolah, tetapi tanggung jawab kita semua,” ungkapnya.
Ia menambahkan, banyak siswa tahu bullying salah, namun tetap terjadi. “Fakta ini menunjukkan bahwa kesadaran saja belum cukup, diperlukan langkah nyata untuk membangun keberanian, solidaritas, dan keterampilan menghadapi bullying agar mereka tidak lagi menjadi korban maupun pelaku,” katanya.
Sementara itu, Dosen FH Unesa, Rendy Airlangga, menyebut tindakan bullying berkaitan erat dengan lima kepentingan hukum: nyawa, badan, harta benda, harkat martabat, dan kemerdekaan.
“Tindakan bullying erat kaitannya dengan kepentingan hukum tersebut, oleh karenanya perlu untuk memberhentikan perilaku bullying dan melindungi korban bullying,” tegasnya. (gol)
Load more