Vonis Pidana Mantan Bupati Probolinggo Semakin Ringan, Pengadilan Tinggi Surabaya Dipenuhi Papan Bunga Kekecewaan
- tim tvOne
Surabaya, tvOnenews.com – Lagi, Pengadilan Tinggi Surabaya dipenuhi papan bunga perwujudan kekecewaan masyarakat dan sejumlah kelompok atas pengurangan vonis hukuman pidana mantan Bupati Probolinggo yang rugikan negara hingga Rp147 miliar.
Belasan karangan bunga yang berjejeran di depan Pengadilan Tinggi Surabaya ini bertuliskan duka cita atas wafatnya keadilan dan semangat pemberantasan korupsi di negeri ini.
Karangan bunga ini dikirim oleh sejumlah masyarakat dan tokoh antikorupsi dari berbagai daerah, seperti LIRA Jatim yang kecewa dengan putusan hakim Pengadilan Tinggi Surabaya atas pengurangan vonis Mantan Bupati Probolinggo, Hasan Aminuddin, dari enam tahun menjadi empat tahun penjara dalam kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) senilai Rp147,6 miliar.
Selain itu, uang pengganti yang sebelumnya dituntut JPU sebesar Rp57,3 miliar juga berkurang menjadi sekitar Rp52 miliar.
Menurut para pengirim papan bunga, alasan pengurangan vonis karena masih memiliki anak kecil, dirasa kurang tepat. Dengan jumlah kerugian yang besar, seharusnya mantan bupati yang pernah menjabat sebagai anggota DPR RI itu, bisa dituntut pidana lebih lama.
Jentar Sitenjak, Ketua Tim Investigasi LIRA Jatim membandingkan tuntutan kasus sebelumnya yang juga dituntut empat tahun dengan kerugian negara sebesar Rp320 juta. Menurutnya dengan kerugian yang lebih besar, tuntutan juga mestinya lebih berat.
“Ini kan pengembangan dari kasus OTT. Kasus OTT (sebelumnya) yang hanya Rp320 juta divonis empat tahun, walaupun tuntutan JPU saat itu delapan tahun. Ini kan sudah dua kali (kasus). Dimana kasus kedua Rp147 miliar, dituntut sama dengan Rp320 juta yang pertama,” ujar Jentar Sitenjak.
Sementara, Humas Pengadilan Tinggi Surabaya, Bambang Kustopo menyebut, tuntutan hakim yang diberikan sudah sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.
Bambang mengungkapkan, pengurangan vonis atas tuntutan yang sebelumnya ditetapkan JPU disebabkan karena berbagai pertimbangan. Yaitu pasangan Tantri-Hasan masih memiliki anak-anak yang membutuhkan sosok orang tua, mengingat baik Tantri maupun Hasan sama-sama harus mendekam di penjara.
Selain itu, sebagian uang hasil TPPU dan gratifikasi dijadikan sebagai bangunan yang dinilai bermanfaat.
“Alasan pengurangan vonis dalam pertimbangan majelis hakim, salah satunya adalah siapa yang mengurus anak-anaknya ketika mereka berdua mendekam di penjara terlalu lama. Anak-anaknya butuh sosok orang tua. Kedua, dia juga melakukan seperti itu (gratifikasi dan TPPU) adalah untuk membangun tempat yang disumbangkan. Sekalipun kita tidak membenarkan apa yang mereka lakukan,” ujar Bambang Kustopo.
Meski begitu, Bambang menyebut, bagi pihak-pihak yang tidak puas, bisa mengajukan kasasi untuk meninjau kembali putusan pengadilan. Tahap inilah yang juga diharapkan oleh para tokoh antikorupsi dan kelompok masyarakat terutama pengirim papan bunga.
Mereka berencana mengirim surat protes ke Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial, serta menggelar aksi lanjutan untuk mendesak pencopotan hakim yang menangani perkara tersebut.
"Kami sudah mengikuti kasus ini sejak OTT KPK tahun 2021. Putusan ini bukan hanya melecehkan logika hukum, tapi juga mencederai kepercayaan publik," ujar Samsudin, Gubernur LIRA Jatim.
Sebelumnya, pasangan suami istri yang sama-sama pernah menjabat sebagai Bupati Probolinggo, Puput Tantriana Sari dan Hasan Aminuddin, terjerat kasus OTT jual beli jabatan kepala desa tahun 2021 silam serta dijatuhi hukuman pidana empat tahun penjara.
Berdasarkan pengembangan dari kasus tersebut, ditemukan kasus baru berupa gratifikasi dan TPPU yang menjerat Tantri dan Hasan hingga dijatuhi pasal berlapis dengan tuntutan enam tahun penjara.
Merasa tak puas, Hasan mengajukan banding dan dijatuhi pidana selama empat tahun penjara, menyerahkan uang pengganti senilai Rp52 miliar dan denda satu miliar rupiah.
Sehingga total hukuman pidana yang dijalani Tantri selama 10 tahun sementara Hasan delapan tahun kurungan penjara. (far)
Load more