Langgar Panggung Tepi Sungai Brantas Saksi Penyebaran Islam di Wilayah Utara Kabupaten Jombang
- tim tvone - umar sanusi
Jombang, tvOnenews.com - Meskipun usianya telah menginjak 135 tahun, sebuah musala kecil yang sejak dulu disebut dengan nama Langgar Panggung, kini masih digunakan warga Jombang untuk beribadah. Langgar tersebut saksi sejarah perkembangan Islam di Kabupaten Jombang wilayah utara Sungai Brantas. Langgar tanpa pengeras suara tersebut ternyata memiliki berbagai kejaiban.
Langgar Panggung berada di Desa Rejoagung, Kecamatan Ploso, Jombang. Lokasi langgar zaman dahulu tidak jauh dari bibir Sungai Brantas sebelah sisi utara. Namun kini antara langgar dengan Sungai Brantras telah terbangun jalan raya jurusan Jombang-Tuban.
Meski usianya telah sangat tua namun fisik bangunan ini masih utuh seperti ketika dibangun zaman dahulu. Langgar berukuran 4 kali 10 meter ini memiliki dua lantai. Lantai satu berdinding tembok sedangkan lantai dua berdinding dan berlantai kayu jati.
Kini dinding kayu jati menampakkan usianya yang tua sehingga telah banyak kayu yang terlepas karena umur. Bukan hanya dinding kayu yang menunjukkan usia, dinding tembok di lantai satu juga menampakkan usianya. Di sejumlah titik, bahkan batu batanya telah tampak karena plesternya telah aus.
Pada bagian dalam langgar masih terdapat barang-barang yang masih asli belum berubah dan belum bergeser. Diantaranya lantai ubin, tempat menggantungkan peci ataupun baju dari kayu serta tempat menyimpan kitab Al-Qur'an.
Karena terdiri dari dua lantai, lantai satu memiiliki langit-langit kayu jati yang sekaligus sebagai lantai di lantai dua. Namun tingkat dua telah tidak digunakan sejak sekitar 40 tahun lalu karena telah lapuk.
Ainur Rofiq, Takmir Langgar Panggung mengisahkan, langgar ini dibangun sekitar tahun 1890 oleh Haji Ibrahim, saudagar dari Sidoarjo. Tujuannya untuk mengembangkan Islam di wilayah utara Sungai Brantas. Setelah jadi bangunan, langgar diserahkan kepada mbah Yunus yang merupakan santri dari Kyai Muntoho, Mursyid Tarekat Naqsyabandiyah di Jombang saat itu.
"Kalau dulu bukan musala tapi Langgar Panggung, kan ada tingkatnya, yang tingkat itu namanya panggung, yang di atas itu namanya panggung. Dibangun kurang lebih 1890 an oleh bapak Haji Ibrahim dari Sidoarjo. Karena di wilayah utara sungai Brantas Islam belum begitu berkembang, kebetulan disini ada muridnya Kyai Muntoho namanya mbah Yunus," kisahnya.
Haji Ibrahim membangun langgar karena terdorong kondisi Islam di wilayah ini. Karena melihat persis perkembangan Islam di wilayah ini pada zaman itu. Haji Ibrahim salah satu pedagang yang lalu lalang di Sungai Brantas yang merupakan jalur lalu lintas perdagangan satu-satunya.
"Lalu lintas perdagangan kan hanya sungai Brantas. Belum ada jalan darat, sehingga H Ibrahim sering singgah disini kemudian membangun langgar ini," tambah Ainur Rofiq.
Sedangkan kelebihan langgar ini diantaranya, tempat imam mengimami atau pengimaman yang terlihat rendah namun orang yang masuk setinggi berapapun masih tetap bisa, bahkan terdapat jarak dengan dinding di atasnya.
"Ini bukti. Saya kan tinggi, tapi masih bisa masuk bahkan terdapat jarak sekitar 12 sentimeter dengan dinding atas," kata Ainur Rofiq.
Keajaiban lain, suatu saat orang dari Ngimbang, Lamongan punya masalah yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran hukum di zaman orde lama. Setelah membaca surah Yasin 41 kali di langgar ini, dengan izin Alloh masalahnya terselesaikan.
Dalam bulan Ramadhan tahun ini, seperti juga Ramadhan tahun-tahun sebelumnya, Langgar Panggung masih menjadi favorit sejumlah orang, sehingga saat salat tarawih, langgar ini masih dipenuhi jamaah. (usi/hen)
Load more