“Padahal kalau pemeriksaan BAP harus ketemu orangnya. Otomatis masyarakat akan keluar biaya banyak jika harus datang ke kejaksaan dibandingkan datang ke Polsek,” urainya.
Lalu yang ke tiga, dengan disahkannya RUU tersebut, juga akan berdampak kurang bagus secara keorganisasian. Jika RUU KUHAP Pasal 111 ayat 2, Pasal 12 ayat 11, Pasal 6 hingga Pasal 30 b disahkan, maka akan terjadi tumpang tindih kewenangan.
Ini tentu berpotensi tidak adanya batasan yang jelas antara jaksa dan polisi. Hal ini membuat terjadinya dualisme prosedur penyelidikan karena baik polisi maupun jaksa sama-sama memiliki kewenangan menyelidiki. Padahal sistem peradilan pidana terpadu menghendaki adanya pengawasan yang dilakukan secara vertikal dan horizontal.
“Kejagung diangkat Presiden, Kapolri juga diangkat Presiden. Tapi dalam penyelidikan dan penyidikan tindak pidana umum ada kesan yang kurang bagus,” katanya.
Dia juga mempertanyakan, apabila RUU tersebut benar-benar disahkan, apakah nantinya penuntut umum punya sumber daya manusia (SDM) yang cukup dan mumpuni untuk menangani banyak perkara. Contohnya seperti kasus yang ada di luar negeri, kemudian kasus-kasus yang jangkauannya jauh dari kejaksaan.
“Apakah nanti tidak menumpuk?,” tanyanya.
Karena itu, dengan adanya persoalan ini, dia menawarkan solusi yang seharusnya diperkuat adalah pengawasan penyidikan di institusi masing-masing. Baik di kejaksaan maupun kepolisian.
Load more