Surabaya, tvOnenews.com – Perusahaan besar Herbalife kalah dalam gugatan yang diajukan oleh membernya, Orantji Sofitje, yang diwakili oleh Kantor Hukum Johanes Dipa Widjaja and Partners yang dikomandoi oleh advokat muda Beryl Cholif, May Cendy dan Shannon Spencer.
Putusan majelis hakim terhadap kasus yang menyita perhatian publik ini dinilai memenuhi rasa keadilan bagi para member Herbalife khususnya Orantji Sofitje.
Atas kekalahan ini, majelis hakim menghukum Herbalife dengan membayar ganti rugi kepada penggugat sebesar Rp420 juta.
Orantji Sofitje akhirnya bisa bernafas lega setelah gugatannya dikabulkan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Berry dan tim kuasa hukum lainnya dari Oritje Sofitje penggugat Herbalife. Dok: M. Sandi Irwanto-tvOne
Majelis hakim yang diketuai Delta Tamtama menghukum Herbalife karena terbukti melakukan perbuatan melanggar hukum dan membayar ganti rugi pada penggugat Orantji Sofitje sebesar Rp420 juta.
Tak hanya itu, dalam putusan majelis hakim juga menyatakan surat pembatalan membership dari member business practices and compliance Herbalife Indonesia tanggal 13 Juni 2023 batal demi hukum.
Gugatan dengan nomor perkara 385/Pdt.G/2023/PN.Jkt Selatan berakhir dengan putusan yang memenangkan penggugat karena Herbalife dinilai sepihak dan sewenang-wenang kepada Orantji Sofitje sebagai member.
Kuasa Hukum Orantji Sofitji, Beryl Cholif Arrachman, menyebutkan putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ini memenuhi rasa keadilan bagi para member Herbalife khususnya Orantji Sofitje.
Sebab, dalam sejarah selama ini belum ada gugatan member yang menang melawan Herbalife.
“Barangkali ini satu-satunya gugatan member Herbalife yang dikabulkan. Jadi ini bukan masalah nilainya tapi ini lebih ke pembelajaran bahwa perusahaan besar jangan sewenang-wenang memperlakukan membernya. Hal ini karena berhubungan dengan hajat hidup atau pekerjaan seseorang,” ungkap Beryl saat ditemui di Kantor Johanes Dipa Widjaja and Partners di kawasan Gunung Anyar, Surabaya.
Gugatan ini bermula dari Orantji Sofitje yang dituding melakukan pelanggaran terhadap kode etik Herbalife terkait penjualan produk Herbalife di Butik Aficha di Banyuwangi.
Namun, kejanggalan mencuat saat pembatalan keanggotaan tidak didukung oleh bukti yang kuat dan saksi Aficha selaku pemilik Butik Aficha di Banyuwangi itu pun menjelaskan tidak pernah ada konfirmasi atau pemeriksaan oleh Herbalife ke butiknya.
Dalam fakta persidangan sebelumnya, Beryl memaparkan adanya sejumlah keterangan saksi yang membuktikan bahwa Herbalife sewenang-wenang dalam memberhentikan membership kliennya.
“Mereka adalah Beny karyawan PT Integrity, Lingga karyawan Herbalife, Ligianto karyawan Herbalife dan seorang ahli Paskalis Yosika, yaitu Ketua Bidang Keanggotaan Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia,” ujarnya.
"Kami mengajukan saksi yang dapat membantah dalil Herbalife dan membuktikan Orantji Sofitje tidak terbukti melanggar kode etik,” sambungnya.
Beryl menambahkan kejanggalan lain muncul terkait kondisi barcode produk yang dijadikan bukti oleh Herbalife.
"Barcode produk tersebut dalam bentuk terpotong-potong dan kami mempertanyakan bagaimana Herbalife bisa memastikan produk tersebut atas ID membership siapa tanpa barcode yang utuh," tukasnya.
Meski begitu, sekalipun upaya konfirmasi dan bukti yang diserahkan sebelumnya telah dilakukan, dia mengatakan Herbalife tampak menutup mata terhadap argumen dari pihak Orantji Sofitje.
Majelis hakim pun akhirnya mengabulkan gugatan dan memberikan harapan bagi anggota Herbalife lainnya yang mungkin menghadapi situasi serupa dapat menuntut haknya di pengadilan.
Dalam putusan pengadilan, Herbalife terbukti melakukan perbuatan melanggar hukum.
"Kami berharap keputusan ini dapat memberikan pencerahan bagi member lain yang merasa tidak mendapat perlakuan adil dari Herbalife untuk dapat menuntut haknya," imbuh Beryl.
Orantji Sofitje sebagai member yang mengandalkan penghasilan dari berjualan produk Herbalife menyambut baik putusan majelis hakim tersebut yang juga membuktikan bahwa keadilan masih dapat diupayakan.
“Putusan ini juga menjadi preseden untuk kasus serupa di masa depan. Menunjukkan bahwa tindakan sepihak dan tidak berdasar dapat ditantang dengan bukti yang kuat di pengadilan,” pungkas Beryl. (msi/nsi)
Load more