Malang, tvOnenews.com - Soal siswa kelas 4 SD disayat pipinya, pihak sekolah Madrasah Ibtidaiyah (MI) di Desa Tegalweru, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang akhirnya buka suara.
Mereka akhirnya membeberkan kronologi yang membuat salah satu siswanya menerima luka sayatan di pipi sisi kiri.
Siswa berinisial RA (10) dan tercatat sebagai warga RT 15 RW 03, Desa Petungsewu, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang ini mengalami luka sayatan pisau cutter di bagian pipi yang dilakukan terduga pelaku berinisial H (11) saat jam pulang sekolah.
Salah satu guru MI, Siti Jumaita, mengatakan kejadian bermula pada Selasa (31/10/2023).
Saat salat zuhur terjadi perkelahian antara siswa kelas 4 berinisial RA dan siswa kelas 5 berinisial H. Namun, persoalan itu segera terselesaikan usai dilerai oleh salah satu guru.
"Katanya RA mengganggu H hingga mencakar awalnya. Pas itu ada guru yang melerai," ujar Siti, Jumat (3/11/2023).
Waktu itu, kata Siti, pihak sekolah beranggapan persoalan sudah selesai.
Saat pulang sekolah pada Selasa (31/10/2023) sekitar pukul 13.30 WIB, siswa kelas 5 berinisial H mendatangi RA yang ada di luar sekolah untuk mengajaknya kembali masuk.
"Jadi tasnya RA ini sepertinya dipegang H dan diajak masuk ke sekolah lagi. Tapi RA menolak dan sempat terjadi cekcok hingga akhirnya RA langsung menarik kerah bajunya H hingga dia tercekik dan sulit bernafas," ungkapnya.
"Kemudian H melihat dan mengambil benda tajam di bawah menggunakan kakinya. Terus dengan spontan disayatkan ke RA hingga akhirnya terluka. Saat itu, H langsung lari masuk sekolah tanpa melihat kondisi RA," sambungnya.
Setelah itu, lanjut Siti, RA langsung dilarikan ke bidan setempat. Tapi karena luka yang terlalu parah, korban dirujuk ke rumah sakit (RS) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).
"Ibu kepala madrasah juga menemani korban saat menjalani perawatan di RS hingga operasi selesai pada sekitar pukul 22.00 WIB dan korban bisa dipulangkan," tandasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Malang Arbani Mukti Wibowo mengatakan dirinya akan mendatangi sekolah yang bersangkutan untuk mengetahui inti dari permasalahan tersebut.
Pihak DP3A akan melakukan pendampingan psikolog terhadap korban untuk meminimalisir adanya trauma usai kejadian yang menimpanya pada Selasa (31/10/2023) kemarin.
“Namun yang kami lakukan nanti ke depan, setelah mengetahui kronologisnya, kami akan lakukan pendampingan. Bagaimana juga yang bersangkutan tidak trauma dengan temannya, tidak dendam dengan temannya,” beber Arbani.
Pendampingan juga akan dilakukan oleh terduga pelaku. Hal tersebut bertujuan untuk mencegah agar kejadian serupa tidak terulang kembali di wilayah sekolah terlebih pada anak di bawah umur.
“Kita coba untuk assessment sekalian agar terduga pelaku tidak akan melakukan hal itu kembali. Itu yang kami lakukan. Kami kerja sama dengan psikolog kalau sudah seperti ini untuk melakukan pendampingan psikologis baik korban maupun terduga pelaku,” bebernya.
Selain pendampingan psikolog, lanjut Arbani, sosialisasi terhadap guru juga perlu kembali ditekankan.
Arbani menjelaskan sejauh ini sosialisasi hanya menyasar guru di sekolah negeri maupun swasta. Sementara itu, untuk guru di sekolah madrasah masih perlu dilakukan pendekatan.
“Jadi kami ke depan akan lakukan edukasi agar terutama guru Budi Pekerti (BP) bisa memberikan masukan atau imbauan kepada para guru juga kepada murid. Apabila jika ada konflik atau pertengkaran mulut sebisa mungkin harus bisa dilakukan imbauan. Jangan sampai pertengkaran mulut menjadi pertengkaran fisik,” pungkasnya. (eco/nsi)
Load more