Namun demikian, Prof Kacung juga mengingatkan bahwa keputusan ini bukan tanpa risiko dan tantangan. Menurutnya, ada dua faktor utama yang dapat menjadi pertimbangan bagi pemilih yang kritis terhadap kehadiran Gibran, yaitu pengalaman dan politik dinasti.
Faktor pengalaman berkaitan dengan latar belakang dan rekam jejak Gibran sebagai politisi. Gibran adalah salah satu politisi muda yang baru memulai karirnya di dunia politik. Ia baru menjabat sebagai Wali Kota Solo sejak 2020, setelah memenangkan pemilihan dengan suara telak. Sebelumnya, ia tidak memiliki pengalaman dalam bidang politik, melainkan bergerak di bidang bisnis dan kuliner.
Faktor politik dinasti berkaitan dengan hubungan Gibran dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang merupakan ayahnya. Jokowi adalah presiden petahana yang populer dan memiliki basis pemilih yang besar.
Gibran dianggap sebagai bagian dari dinasti politik Jokowi, yang juga meliputi adiknya, Kaesang Pangarep, dan menantunya, Bobby Nasution, yang juga menjadi Wali Kota Medan. Politik dinasti itu sering dikritik oleh sebagian masyarakat sebagai bentuk nepotisme dan oligarki.
Prof Kacung menjelaskan bahwa kedua faktor itu dapat menjadi tantangan bagi Gibran untuk meyakinkan pemilih.
“Ini adalah tantangan bagi Mas Gibran untuk meyakinkan ke pemilih. Kalau bisa, akan memperoleh dukungan. Kalau tidak ya, sulit memperoleh dukungan,” kata Prof Kacung.
Menjalin Koalisi Dengan Lawan Politik
Pilpres 2024 akan diikuti oleh tiga pasang capres-cawapres, yaitu Prabowo-Gibran, Ganjar-Mahfud, dan Anies-Muhaimin. Ketiga pasangan itu memiliki basis pemilih yang seimbang, sehingga tidak ada yang mendominasi secara mutlak.
Load more