Sementara itu, jenis metode lainnya yakni metode sekunder yang meliputi identifikasi properti dan medis. Metode sekunder ini cenderung berbeda dengan metode primer, utamanya dalam hal pembanding.
“Metode properti dan medis ini berbeda dengan metode primer. Kalau metode primer, satu saja sudah match, maka bisa itu bisa saja sudah teridentifikasi. Sementara kalau sekunder, harus ada dua pembanding dulu,” imbuhnya.
Tingkat Akurasi
Kemudian, dari dua metode tersebut, Prof Yudi menyebut bahwa tingkat akurasi terbaik adalah melalui pemeriksaan sidik jari dan gigi. Sedangkan, akurasi identifikasi melalui analisis DNA hanya mencapai 99,99 persen.
Kendati demikian, dalam kasus penemuan mayat tanpa kepala ini, ahli forensik tidak dapat menerapkan metode sidik jari dan gigi. Karena itu, metode analisis DNA menjadi pilihan terakhir yang paling memungkinkan dalam proses identifikasi tersebut.
“Dalam kasus khusus seperti penemuan jasad di Lampung ini, maka metode yang paling mungkin dilakukan adalah analisis DNA. Nah, DNA ini adalah pembanding terakhir, pembandingnya bisa dari orang tua maupun anak-anaknya,” tutur Ketua Departemen Prodi Kedokteran Forensik dan Studi Medikolegal FK Unair itu.
Langkah Tepat
Saat ini, pihak berwajib telah menerapkan identifikasi melalui analisis DNA dan pembukaan hotline. Hotline tersebut berfungsi untuk menjadi sarana pelaporan apabila terdapat keluarga yang kehilangan anggotanya.
Load more