“Pemerintah sesungguhnya telah mengakomodir hal ini, alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan dapat dilakukan untuk kegiatan kepentingan umum sebagaimana diatur dalam PP 1 tahun 2011. Dalam Undang-Undang 2 Tahun 2012, pembangunan infrastruktur minyak dan gas bumi merupakan kepentingan umum, termasuk kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi,” kata Rudi dalam pembukaan Rapat Kerja tersebut di Surabaya, Rabu (13/9).
Rudi menambahkan keberadaan dan penetapan LP2B belum banyak diketahui oleh kontraktor kontrak kerja sama yang bekerja di bawah naungan SKK Migas. Sehingga dalam penyusunan rencana kerja dan biaya operasi, belum mempertimbangkan dan memperhitungkan tata waktu dan biaya yang timbul akibat pelaksanaan alih fungsi.
“Melalui Raker ini diharapkan hal-hal tersebut dapat dituntaskan agar kedepannya tidak ada lagi permasalahan lahan untuk operasi hulu migas yang beririsan dengan LP2B,” ujar Rudi.
Alih fungsi ini sebenarnya menguntungkan kedua sektor karena untuk setiap meter lahan yang dialihfungsikan, terdapat kewajiban untuk mengganti biaya investasi yang telah dikeluarkan dan akan dibutuhkan untuk membangun lahan sawah baru. Tidak tanggung-tanggung, luasan pembangunan lahan sawah baru bisa tiga kali lipat dari luasan yang dialihfungsikan.
Wakil Menteri Pertanian Harvick Hasnul Qolbi dalam sambutannya menyampaikan, penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan merupakan upaya negara dalam menjamin hak atas pangan sebagai hak asasi setiap warga Negara. Oleh karena itu, Pemerintah mewajibkan adanya lahan pengganti untuk area yang dialihfungsikan.
Kementerian Pertanian memahami strategisnya kegiatan usaha hulu migas di Indonesia.
“Kami mendukung program dan rencana kerja yang dilakukan SKK Migas-Kontraktor KKS di area LP2B. terkait percepatan dan terobosan yang diminta oleh SKK Migas, kami terbuka dan siap untuk melakukan pembahasan untuk penyusunan langkah konkretnya, sehingga bisa saling mendukung dalam pelaksanaannya di lapangan dan sesuai peraturan perundangan yang berlaku," lanjut Harvick.
Load more