"Agar APH (Aparat Penegak Hukum) terbuka, memproses pelaku, lanjutkan saja, jangan ada kata perdamaian, kami memohon kepada APH harus terus berjalan, jangan diselesaikan cuma begitu, ini harus dijadikan pembelajaran," tegasnya.
Ditambahkan, perlu adanya pengawasan dari masyarakat, terutama para orang tua yang menitipkan anaknya untuk belajar. Hal itu agar kasus model seperti ini tak selalu terulang, apalagi motif AS, seolah menghalalkan perbuatan sodom.
"Ini merupakan aib yang maha dahsyat, sudah jelas zaman Nabi Luth kaum Sodom ditimpa bencana, bumi dibalik, seolah gempa yang maha dahsyat sehingga pelaku sodomi itu mati semua, apakah itu yang harus dilakukan oleh Allah hari ini, kan tentu tidak, naudubilah. Ini katanya ustad, ustad yang kaya gimana? Sekarang banyak ustad yang palsu," terangnya.
Di lain pihak, Soni Sonjaya, kuasa hukum tersangka menyatakan bahwa kliennya telah menjawab seluruh pertanyaan penyidik dengan jujur dan gamblang pada saat pemeriksaan.
"Ya, menjawab seluruh pertanyaan, yang sudah jelas disodomi 16 anak, kalo yang lainnya dicabul. Jadi yang lebih ngeri itu dilakukan perbuatanya di hadapan anak-anak lainya, jadi berdalih klien saya menghalalkan sejarah kaum Nabi Luth. Jadi terbalik, bukan malah mengharamkan perbuatan sodom, tapi menghalalkan," tambah Soni.
Soni menambahkan, seluruh korban yang berjumlah 17 tersebut merupakan bocah laki-laki yang ada di dua desa, yaitu Desa Sirna Sari dan Desa Sukalaksana, Kecamatan Samarang, Garut. Sedangkan pelaku sudah lama melakukan perbuatan bejatnya tersebut di tempat yang berbeda.
"Saat ditanya penyidik mengakui seluruh perbuatanya dalam kurun waktu 1 tahun, jadi sebelumnya melakukan perbuatan sama di wilayah Cisurupan, nah korbannya entah 6 entah 7 korban, karena pelaku ini dari keluarga terhormat dan terpandang, kemudian dipindahkan ke wilayah Samarang, jadi diselesaikan secara musyawarah," lebih rinci Soni.
Load more