<p>Sukabumi, tvonenews.com – Andri Sobari (33) alias Emon, kini sudah hidup di lingkungan kampungnya seperti warga biasa. Bahkan selain membantu berjualan pisang milik pamannya, Emon diketahui sering ke masjid untuk melakukan azan setiap tiba waktunya Salat lima waktu, bahkan aktifitas lainnya tidak begitu menonjol, selaian beraktifitas di masjid.
Hal ini diungkapkan oleh ketua RW Lio Santa, Kecamatan Baros, Kota Sukabumi, Usman Tajudin. Ia mengaku tahu soal bebasnya Andri dari Lapas dari pihak kelurahan dan Dinas Sosial. Usai musyawarah, warga menyatakan menerima jika Andri alias Emon pulang ke rumahnya, berkumpul dengan keluarga.
"Pemerintah Kelurahan sempat manggil saya untuk musyawarah, bersama Dinas Sosial dan tokoh masyarakat terkait bebasnya Andri, awalnya ada kecemasan yang terjadi di wilayah kami, namun melalui sosialisasi dari semua pihak, akhirnya semua warga menerima dan akan menjaga Andri, agar tidak melakukan hal yang tidak di ingingkan oleh warga masyarakat,” ujarnya. Sabtu (25/3/2023).
Untuk mencegah kejadian berulang, dia mengimbau warganya meningkatkan kewaspadaan pada anak-anak terutama pengawasan kepada orang tua agar lebih waspada.
Dinas Sosial Kota Sukabumi, telah meminta bantuan psikolog dari Komisi Perlindungan Anak dan Perempuan Kota Sukabumi Dikdik Hardy. Ia mengatakan telah melakukan pemeriksaan psikologi terhadap Andri Sobari alias Emon sepekan setelah bebas.
Hasil pemeriksaannya menyimpulkan, peluang Andri mengulangi perbuatannya kecil, karena sudah ada perubahan perilaku terkait kontrol hasrat seksual.
Sebab menurut analisanya, kasus Andri bukan tergolong pedofilia.
"Pemicu dia melakukan itu bukan hasrat seksualnya yang besar. Tapi fungsi kontrolnya yang lemah dan itu berulang karena dia bisa dan mampu melakukannya," jelas Dikdik, Sabtu (24/3/2023).
Dan karena cara yang digunakan dengan halus atau bujuk rayu, potensi untuk berubah lebih terbuka, ketimbang pelaku yang melakukan aksinya melalui kekerasan.
"Berbeda dengan pelaku yang melakukan perbuatan dengan cara kekerasan, kemungkinannya 10-15% pelaku akan melakukan perilaku yang sama," tambahnya.
Dikdik juga menjelaskan, beberapa faktor yang membuat fungsi kontrolnya terjaga adalah "perlakuan khusus" oleh para narapidana di dalam penjara.
Untuk diketahui, kejahatan seksual dalam hierarki kriminalitas termasuk yang paling "menjijikkan" sehingga kerap mendapat perlakuan buruk dari napi lain.
Masih kata Dikdik, pengalaman itu menjadi "syok terapi" bagi Andri untuk berubah dengan semakin sering belajar agama ke masjid.
"Masjid menjadi simbol kontrol secara sugesti, dan hingga saat ini, menurut warga dan ibundanya, Andri menghabiskan waktunya di masjid untuk Adzan dan Sholat berjamaah" pungkasnnya.
Selain rajin beribadah dengan warga masyarkat lainnya, kini Andri tidak mau dipanggil Emon.
“Artinya, perubahan pada dirinya sudah terlihat, selain dia rajin beribadah, dirinya tidak mau mengingat masa lalu dengan tidak mau dipanggil Emon,” tutupnya. (raa/ebs)
Load more