Jakarta, tvOnenews.com – Pengamat politik Prof. Karim Suryadi menilai kehadiran Presiden prabowo subianto secara rutin di daerah terdampak bencana, khususnya Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, merupakan bentuk penegasan kehadiran negara bagi masyarakat korban bencana.
Menurutnya, kehadiran Presiden bukan semata untuk mengawasi kinerja jajaran pemerintah, melainkan untuk menepis rasa ditinggalkan yang kerap muncul di tengah situasi krisis.
Prof. Karim mengingatkan bahwa Aceh memiliki pengalaman traumatik akibat bencana besar di masa lalu.
Oleh karena itu, kemunculan kembali bencana dengan karakter serupa berpotensi memunculkan ketakutan kolektif.
Dalam konteks ini, kehadiran Presiden dipandang sebagai simbol keteguhan, solidaritas, sekaligus pesan moral bahwa negara hadir dan masyarakat terdampak tidak dibiarkan menghadapi krisis sendirian.
Ia menilai langkah Presiden yang menegaskan akan memantau langsung perkembangan penanganan bencana secara berkala merupakan bagian dari kepemimpinan yang memberi arah sekaligus evaluasi.
Kehadiran tersebut juga diharapkan mampu memastikan bahwa penanganan di lapangan berjalan cepat dan konkret, bukan sekadar tampilan simbolik.
Terkait kinerja kabinet, Prof. Karim menekankan bahwa dalam sistem pemerintahan presidensial, seluruh visi dan arah kebijakan berada di tangan Presiden.
Para menteri, sebagai pembantu Presiden, diharapkan memiliki ritme kerja yang sejalan tanpa harus menunggu instruksi untuk setiap langkah teknis di lapangan.
Menurutnya, dalam situasi bencana yang bersifat darurat, koordinasi lintas kementerian harus berjalan responsif dan proaktif.
Ia juga menyoroti pentingnya kewenangan diskresi Presiden dalam kondisi darurat. Dalam situasi tertentu, kebijakan baru atau interpretasi kebijakan diperlukan untuk mempercepat penanganan, termasuk dalam hal perizinan dan distribusi bantuan.
Namun demikian, pelaksanaan di lapangan tetap diharapkan dapat berjalan tanpa ketergantungan penuh pada instruksi Presiden.
Mengenai pembiayaan penanganan bencana, Prof. Karim menyebut bahwa pemerintah telah menyiapkan alokasi anggaran, baik melalui dana khusus maupun dukungan lintas kementerian.
Meski demikian, ia menilai efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah tetap perlu dicermati agar tidak mengurangi kapasitas lembaga terkait, termasuk pemerintah daerah, dalam menangani bencana.
Lebih lanjut, Prof. Karim menilai tantangan utama pemerintah saat ini adalah menjaga keseimbangan antara narasi bahwa negara mampu menangani bencana dengan realitas penderitaan masyarakat di lapangan.
Menurutnya, legitimasi kinerja negara hanya akan terbangun jika respons cepat, empati nyata, dan kesesuaian antara klaim pemerintah dengan kondisi faktual dapat dirasakan langsung oleh masyarakat.
Ia menegaskan bahwa kepercayaan publik akan tumbuh apabila penderitaan korban bencana benar-benar berkurang dari hari ke hari.
Dalam konteks tersebut, kehadiran pemerintah diharapkan tidak hanya hadir secara fisik, tetapi juga mampu merasakan, memahami, dan mencari solusi bersama masyarakat terdampak.
Prof. Karim menilai komitmen Presiden dalam penanganan bencana sudah jelas, termasuk penegakan hukum terhadap pihak-pihak yang terbukti merusak lingkungan.
Menurutnya, dukungan negara telah digerakkan secara luas, baik dari sisi kebijakan maupun anggaran, sehingga langkah cepat dan terukur di lapangan menjadi kunci untuk membuktikan kemampuan Indonesia dalam menangani bencana secara mandiri.