Tak Mau Tutupi Lagi, Meski Masuk FIFA Puskas Award 2025, Rizky Ridho Sebut Dulu Tak Kenal Gizi: Kita 8 Tahun Makan Sempol, Saya Baru Tahu Protein dari...
- Instagram/Rizky Ridho
tvOnenews.com - Siapa sangka, di balik sorotan kamera dan gemuruh stadion yang kini memuja namanya, sedikit yang tahu bahwa Rizky Ridho pernah tumbuh dalam kondisi yang jauh dari gambaran seorang atlet profesional.
Pada masa kecil hingga awal kariernya, ia hidup tanpa pemahaman yang memadai soal gizi. Makanan sehat, nutrisi untuk pemulihan, atau asupan protein yang tepat bukanlah bagian dari hidupnya, yang penting perut terisi, latihan bisa jalan, dan hari berlalu seperti biasanya.
Perjalanan seorang pemain yang kini bersanding dengan nama besar seperti Lamine Yamal dalam daftar FIFA Puskas Award 2025 justru dimulai dari ketidaktahuannya tentang apa yang masuk ke dalam tubuhnya sendiri.
Ridho tumbuh dengan kebiasaan makan seadanya, bahkan sering kali hanya makanan sederhana nan minimalis yang menjadi teman berlatih setiap hari. Kondisi inilah yang membuat kisah transformasinya makin dramatis.
Dari seorang pemuda yang tak mengenal nutrisi hingga kini menjadi simbol perkembangan pesat sepak bola Indonesia di panggung dunia, perjalanan Ridho menjadi bukti bahwa perubahan gaya hidup bisa mengubah karier seorang atlet.
Dan puncaknya: sebuah gol jarak jauh spektakuler yang menembus nominasi FIFA Puskas Award 2025, sebuah pencapaian nyaris mustahil bagi pemain Asia Tenggara selain Mohd. Faiz Subri pada 2016.
- Tim tvOnenews - Julio Trisaputra
Dalam wawancaranya di podcast Sport77 Official, Rizky Ridho mengaku bahwa ia baru memahami arti penting makanan bergizi ketika bergabung bersama Timnas Indonesia di bawah arahan Shin Tae-yong.
Sebelum itu, bek kelahiran Surabaya ini hanya makan sekadarnya. “Kadang saya beli tempe tahu Rp5.000, gitu aja sama sambel. Karena kita belum tahu makanan yang sehat itu kayak gimana, yang penting perut kita terisi,” ungkap Ridho jujur.
Cerita tersebut menggambarkan realitas umum di kalangan pemain sepak bola Indonesia, terutama yang berasal dari keluarga sederhana.
Banyak dari mereka tumbuh dengan budaya makan tanpa memikirkan nutrisi. Makanan seperti gorengan, sempol, hingga mi instan tetap menjadi konsumsi harian meski sudah menjadi pesepak bola profesional.
Ridho pun mengakui hal itu sambil tertawa mengenang masa lalunya: “Semua kita makan, yang penting cukup uangnya. Kita delapan tahun makan sempol.”
Namun kebiasaan ini jelas berpotensi menghambat performa atlet, terutama dalam hal pemulihan dan stamina.
Kedatangan Shin Tae-yong membawa perubahan besar di tubuh Timnas. Mantan pelatih Korea Selatan itu tidak hanya fokus pada taktik, tetapi juga mengubah pola hidup pemain dari dasar.
Pola makan, tidur, hingga latihan fisik semua diperketat. Edukasi gizi menjadi salah satu program kunci yang diterapkannya di berbagai level Timnas.
Ridho menyebut bahwa dirinya benar-benar baru paham soal nutrisi setelah dibimbing langsung oleh STY.
“Saya baru tahu makanan yang mengandung protein, mengandung karbo benar-benar dari Coach Shin, dari Timnas ini, serius,” tuturnya.
Shin dikenal detail, bahkan kerap menegur pemain yang kedapatan menyantap makanan yang tak sesuai standar selama pemusatan latihan.
Warisan STY kini terbukti tidak hilang meski Timnas Indonesia sudah ditangani Patrick Kluivert. Para pemain tetap menjaga gaya hidup sehat yang telah dibangun, termasuk Ridho yang kini menjadi salah satu contoh keberhasilan transformasi gizi di kalangan pesepak bola nasional.
Dari Perubahan Hidup ke Panggung Dunia: Puskas Award 2025
Puncak transformasi itu hadir ketika gol jarak jauh Ridho dari tengah lapangan ke gawang Arema FC pada Maret 2025 masuk nominasi FIFA Puskas Award 2025.
Gol tersebut bukan hanya membuatnya viral, tetapi juga menempatkan namanya sejajar dengan pemain top dunia seperti Lamine Yamal, Declan Rice, hingga Santiago Montiel.
- Instagram/@persija
Ini menjadikan Ridho pemain Indonesia pertama serta pemain Asia Tenggara kedua yang masuk nominasi Puskas, mengikuti jejak Mohd. Faiz Subri pada 2016.
Sorotan media internasional pun berdatangan, menandai pengakuan global terhadap kualitas pemain Indonesia.
Pelatih Persija Jakarta Mauricio Souza merasa bangga: “Pasti semua akan memilih dia jadi yang terbaik supaya dia bisa berangkat ke sana,” ujarnya.
Namun ia tetap menyelipkan humor: “Dia memang mencetak gol cantik dan pantas masuk Puskas. Memang itu keberuntungan, tetapi dia mencetak gol yang bagus.”
Sementara rekannya, Thales Lira, memberikan penilaian teknis: “Gol yang bagus, gol dari jauh. Teknik dan akurasinya bagus untuk mencetak gol seperti itu.”
Nilai Pasar Meroket, Ridho Jadi Ikon Baru Sepak Bola Indonesia
Data Transfermarkt mencatat nilai pasar Ridho saat ini mencapai Rp9,56 miliar, menjadikannya salah satu pemain lokal termahal di Indonesia.
Jika mengikuti pola Faiz Subri, yang nilai pasarnya melonjak drastis setelah memenangi Puskas Award, Ridho sangat mungkin menembus angka Rp10 miliar dalam waktu dekat.
Jika ia menjadi juara Puskas Award 2025, posisinya sebagai pemain lokal termahal akan makin tak terbantahkan.
Lebih penting, kemenangannya dapat menjadi momentum besar bagi perkembangan sepak bola Indonesia, membuktikan bahwa pemain Tanah Air mampu bersaing dan diakui dalam kompetisi paling prestisius dunia.
Perjalanan dari remaja yang makan sempol tiap hari hingga kandidat Puskas Award menunjukkan satu hal: transformasi, disiplin, dan edukasi dapat mengubah nasib seorang pemain, bahkan hingga membuatnya berdiri sejajar dengan bintang dunia seperti Lamine Yamal. (udn)
Load more