ASEAN Summit dan Keresahan Oppenheimer
- tim tvonenews
DI UJUNG karirnya fisikawan Oppenheimer terlihat begitu depresi. Tubuh Bapak Bom Atom (dimainkan dengan sangat meyakinkan oleh Cillian Murphy) itu semakin kurus, di atas ranjang ia berusaha menutup wajahnya dengan selimut, tapi pikiran tak juga tenang. Mata birunya terus memandang langit-langit kamarnya.
Kita menjadi tahu dari film yang dibuat Cristopher Nolan, Oppenheimer selalu dihantui rasa bersalah yang tak putus-putus. Setelah berita “Litle Boy” dan “Fat Man” dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki yang disambut gegap gempita, layar selalu menampilkan serangkaian visual dan suara yang mengganggu yang hanya dapat dilihat dan didengar oleh Oppenheimer. Sebuah kilatan cahaya yang menyilaukan bercampur suara teriakan, menyiratkan kengerian yang tak terlihat dari korban-korban yang bergelimpangan di Jepang.
Sejak berita itu didengarnya, Oppenheimer selalu gagal untuk tidur nyenyak, pada sebuah adegan ia mengucapkan kutipan terkenal dari Bhagavad Gita, "Now I am become Death, the destroyer of worlds".” Sekarang aku telah menjadi Kematian, penghancur dunia”. Kepada Presiden Amerika Serikat Harry. S Truman, Oppenheimer sampaikan kegundahannya: "Tuan Presiden, saya merasa tangan saya berlumuran darah." Tentu sang presiden tak peduli, ia menyebut Oppenheimer sebagai “cengeng”.
Demikian, perlombaan mengembangkan senjata nuklir di pertengahan abad 20 lampau dan ujicobanya yang “mengerikan” dengan menjatuhkannya di dua kota di Jepang memang berhasil menghentikan sebuah ancaman perang yang lebih besar (Perang Dunia Ketiga), namun menyisakan trauma sejarah yang tak berkesudahan. Hingga kini warga Jepang mesih bergidik ketika mengenang dahsyatnya ketika cendawan raksasa membumbung di langit langit kota Hiroshima dan Nagasaki.
Namun, toh kita tahu tak semua bangsa bisa belajar dari sejarah. Di Asia Selatan misalnya perlombaan mengembangkan senjata nuklir, membuat konflik antar dua negara yang berasal dari akar yang sama India-Pakistan menjadi menyala nyala tak berkesudahan. April-Mei 2025 lalu kedua negara ini saling serang yang membuat dunia was was karena keduanya memiliki senjata nuklir yang bisa punya hulu ledak dahsyat.
- ANTARA
Kita tahu kedua negara itu terus memodernisasi dan memperluas pengembangan senjata nuklir. Masing masing mengembangkan sistem pengiriman yang lebih canggih (rudal balistik, rudal jelajah, kemampuan nuclear triad seperti kapal selam nuklir). Ini menciptakan spiral keamanan yang mahal dan berbahaya, setiap peningkatan kemampuan satu pihak dianggap sebagai ancaman oleh pihak lain.
Andai saja pemimpin kedua negara itu tergoda menggunakan sebagian kecil dari nuklirnya, dampaknya menjadi bencana tak hanya bagi Delhi, Mumbai, Lahore, dan Karachi yang berpenduduk padat, tapi juga dapat memicu "musim dingin nuklir regional." Abu dan jelaga dari kebakaran kota-kota yang hancur akan naik ke atmosfer, menghalangi sinar matahari, menyebabkan penurunan suhu global, mengganggu pola cuaca, dan menghancurkan pertanian di seluruh dunia, yang berujung pada kelaparan global yang masif.
Kita bersyukur ada di kawasan geopolitik yang jauh dari konflik semacam itu. Meskipun tidak ada negara di Asia Tenggara yang menjadi target langsung bom atom, ASEAN saya kira ikut merasakan dampak mengerikan dari Perang Dunia II. Ini menciptakan ingatan kolektif tentang kekuatan destruktif senjata nuklir.
ASEAN kita tahu sampai saat ini cukup konsisten. Sejak pembentukan ASEAN, negara anggota tetap patuh pada deklarasi ZOPFAN (Zone of Peace, Freedom and Neutrality) yang dicetuskan 1971. Ada komitmen kuat dari pemimpin bangsa di ASEAN untuk menjauhkan Asia Tenggara dari persaingan kekuatan besar dan ancaman senjata pemusnah massal.
ASEAN juga memiliki Traktat Bangkok (SEANWFZ), ditandatangani pada 1995, yang jadi bukti nyata dari tekad kolektif regional untuk tidak memiliki, memproduksi, atau mengizinkan penempatan senjata nuklir di wilayah ASEAN. Saya kira ini ini menciptakan rasa aman kolektif dan menunjukkan keinginan kuat untuk menjadi kawasan yang stabil dan damai.
- ANTARA
Negara-negara ASEAN, terutama Indonesia dan Malaysia, secara konsisten juga menyerukan perlucutan senjata nuklir di tingkat global dan forum internasional seperti PBB, menunjukkan ingatan kolektif tentang bahaya nuklir tetap menjadi pemersatu kawasan.
Saya kira ingatan kolektif ini yang harus terus menerus dihidupkan pada pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN dan pertemuan Treaty of Southeast Asia Nuclear Weapon-Free Zone (SEANWFZ) yang pekan ini sedang digelar di Malaysia.
Sebagai kawasan yang jadi sebuah kesatuan, ASEAN membutuhkan kestabilan ekonomi dan politik, itu hanya bisa dicapai ketika masing masing anggotanya menghindari perlombaan mengembangkan persenjataan nuklir.
Hanya yang perlu dibahas adalah bagaimana jika masing masing negara ingin menggunakan nuklir untuk kepentingan sumber energi alternatif dan untuk tujuan damai? Kita tahu Asia Tenggara diproyeksikan akan mengalami peningkatan permintaan energi yang signifikan, bahkan hingga lebih dari 60% pada tahun 2040. Energi nuklir menawarkan sumber pasokan listrik yang stabil dan berkapasitas tinggi untuk memenuhi kebutuhan ini. Selain itu, energi nuklir tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca selama operasi, menjadikannya pilihan menarik untuk transisi energi bersih.
Namun, yaitu para aktivis anti-nuklir sering menyoroti lokasi geologis yang rawan bencana di beberapa negara ASEAN, seperti keberadaan gunung berapi, sebagai alasan untuk menolak pembangunan PLTN. Namun, saya kira disitulah signifikannya untuk saling berdialog. (Ecep Suwardaniyasa)
Load more