SETIAP akhir September, saya selalu terkenang akan kehangatan kota Berlin, Jerman. Saat 50 ribu pelari dari seluruh dunia datang ke kota yang pernah “dipotong” jadi dua layaknya kue, ketika hawa masih hangat, daun daun belum rontok dan langit sedang biru-birunya, saya terkenang marathon marathon pertama saya.
Semua yang mula mula akan tertancap lebih dalam. Saya menduga duga apa yang membuat Berlin Marathon sulit dilupakan karena mengekalkan ingatan lari adalah bahasa universal yang menyenangkan. Berlari di sebuah kota adalah rekreasi bagi tubuh dan jiwa yang sangat nyaman dan menyegarkan.
Berlin Marathon “menancapkan” kenangan indah itu sehingga saya selanjutnya, seperti kecanduan mendatangi puluhan kota kota lain di seluruh dunia untuk lari marathon.
Selama sepekan di akhir September warga kota benar benar berpesta yang dibungkus dengan ajang Berlin Marathon. Semua dilibatkan tak ada kecuali. Ada ajang lari 5 kilometer untuk anak anak dan remaja, ada perlombaan lari yang menyasar kaum disabilitas. Teriakan teriakan warga Berlin seperti tak pernah berhenti menyemangati peserta peserta lomba setiap hari.
Yang paling berjejak panjang tentu adalah wisata sejarahnya. Saya mengenang jalan jalannya yang lebar dan mulus. Gedung gedung tua, kusam dan monoton sisa sisa peninggalan era komunis Jerman Timur berpadu indah dengan gedung gedung baru buatan pemerintah sosial demokrat Jerman Barat. Menara TV Berlin, Gerbang Bradenburg, Reichstag, Unter den Linden, Neukolln, Kreuzberg seperti memanggil manggil agar kembali ikut berlari menikmati lansekap lansekap kota itu.
Berlin akhir September penuh dengan kenangan. Banyak pelari dunia ingin mengulang suksesnya di Berlin. Berlin Marathon jadi bertabur bintang yang ingin memacu kecepatan untuk setidaknya memperbaiki catatan waktunya. Nama-nama besar seperti pemegang rekor AS Keira D'Amato, juara dunia maraton Gotytom Gebreslase, juara Olimpiade dua kali dan pemegang rekor dunia Eliud Kipchoge, serta Guye Adola secara rutin meraih waktu terbaiknya di Berlin.
Kita juga akan menemui pemandangan khas: seusai lomba peserta tetap akan memakai medalinya ke mana saja. Ia mengudap makanan di restoran atau duduk duduk di taman kota sambil terus menggunakan medalinya, sebuah tanda ia mengikuti Berlin Marathon dan menyelesaikannya hingga garis finish.
Biasanya percakapan antar warga Berlin dan penikmat lari dari seluruh dunia akan dimulai dari medali yang dikenakan. Bagaimana peserta menyelesaikan lomba, catatan waktunya, apa yang terberat, hingga pengalaman pengalamannya menikmati kota Berlin.
Lalu lari jadi bahasa universal karena antara warga kota dan pelari memiliki ikatan yang sama yang dibentuk dari kegiatan lari Berlin Marathon.
Dalam hal ini bisakah Jakarta melakukannya? Saya kira bisa. Kita punya modal, setahun belakangan olah raga lari jadi trend yang sangat digemari masyarakat.
Komunitas komunitas lari tumbuh seperti jamur di musim hujan. Hampir setiap hari setiap sudut di kawasan Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta penuh dengan kegiatan komunitas lari yang tengah berlatih bersama.
Selalu ada lomba lari setiap akhir pekan. Bahkan dalam satu hari bisa berbarengan dua atau tiga ajang lomba lari. Perusahaan yang menggelar event lari senang karena dengan mudah ribuan pelari dengan mudah digaet untuk berolah raga bersama.
Sesekali ikutilah Hari Bebas Kendaraan Bermotor di Jalan Sudirman Jakarta. Anda akan merasakan sensasi antre hanya untuk berlari. Terutama jika Anda memulai lari dari kawasan GBK, lalu jalan akan menurun sedikit dan saat memasuki Bunderan Hotel Indonesia jalan biasanya akan penuh sesak dan tak mungkin lari untuk kita berlari. Yang terjadi adalah ribuan orang akan berjalan pelan memutari tugu legendaris Patung Selamat Datang.
Setiap fenomena sosial muncul sudah galib jika pengusaha akan mengambil peluang. Di depan mall FX Sudirman misalnya lapak lapak berjejer menjual perlengkapan lari, mulai kaca mata, topi, jersey, sabuk lari, hingga asupan nutrisi. Untuk kaum berduit yang mengutamakan merek tentu bisa memilih membelinya di outlet outlet bermerek di dalam mall yang juga menyediakan kamar bilas—termasuk mandi dan gunakan wewangian—untuk pelari. Maksudnya, setelah berlari, pekerja kantoran bisa kembali rapih dan siap langsung masuk ke perusahaannya masing masing.
Demikian, hampir tak ada yang negatif dari geliat baru di Jakarta ini, saham saham produsen sepatu semacam MAP, misalnya melejit di bursa saham. Selain itu, negara juga akan lebih berhemat karena jika warga tetap sehat anggaran jaminan kesehatan akan mengecil.
Yang lebih penting, seperti yang selalu saya alami, kegiatan lari adalah cara untuk mengolah kesadaran. Sejauh ini cara paling tepat untuk tetap waspada. Ini sebenarnya bukan hal baru, berlari sebenarnya mirip dengan oleh meditasi yang pada banyak tradisi lampau membantu orang untuk tetap fokus.
Serupa dengan kegiatan tudong para biksu, berjalan selama ratusan bahkan ribuan kilometer tanpa saling bicara. Bergerak dengan hening. Satu persatu kaki digerakkan, mengangkatnya dan meletakkannya lagi sambil fokus dan mengkonsentrasikan pikiran. Perlahan lahan ada yang mengembang: pengetahuan dan kebijaksanaan.
Tak hanya dalam tradisi Budha, pada umat katolik ada ritual ziarah kuno dengan jalan kaki menempuh rute hingga ratusan kilometer. Tradisi yang dilakukan di Spanyol dengan sebutan Camino de Santiago pada prinsipnya sama: dengan bergerak peserta diajak menenangkan diri, mengevaluasi dan memfokuskan pola pikirnya.
Gerakan lari yang sederhana diyakini bisa membuat orang orang menemukan jati diri dan dapat memecahkan masalah tertentu.
Fokus dan bisa memecahkan masalah dengan tenang kini jadi hal berharga karena sehari hari kita dikepung dengan dunia citra lewat gawai. Dunia pascakebenaran yang ditemui di gawai membuat kita mudah cemas, khawatir, mudah lelah, selalu merasa tertekan. Lari adalah cara untuk membebaskan dari itu semua.
Kenapa harus ada dalam situasi bergerak? Kenapa mesti ada perjalanan yang ditempuh? Penelitian Erin C Wesgate, assisten professor psikoligi di Universitas of Florida di Guinnesville saat meneliti kebosanan menemukan bahwa saat dalam perjalanan adalah saat yang paling banyak seseorang memiliki pikiran yang menyenangkan.
Nah, pikiran yang menyenangkan bukankah dasar bagi banyak hal yang produktif dalam hidup? Penemuan, inovasi, ide ide segar umumnya dilahirkan dalam situasi otak dipenuhi pikiran pikiran yang menyenangkan.
Iya, pada akhir September ini, saya ingin mengingat lagi semua pikiran pikiran yang menyenangkan. Berlin Maratahon adalah salah satu yang terbaik untuk dikenang. Barangkali karena itu orang-orang selalu ingin datang lagi dan lagi. Saya membayangkan Jakarta pun harusnya bisa melakukannya. (Ecep Suwardaniyasa Muslimin)
Load more