Peretas Masih Berseliweran di Tengah Penundaan Pembahasan RUU Pelindungan Data Pribadi
- ANTARA
Risiko yang diakibatkan oleh serangan ransomware ini, salah satunya adalah akan banyak file yang disandera dan dienkripsi. Korban mau tidak mau harus membayarnya untuk mendapatkan kunci pembuka.
Sistem Dirusak
Kalau korban tidak membayar uang tebusan, data dan sistemnya akan dirusak. Begitu sistem tidak bisa berjalan, layanan organisasi tersebut akan berhenti.
Karena data file mahal dan penting, pihak lembaga mau tidak mau membayar tebusan jika terkena serangan ransomware. Hal ini sama halnya seperti serangan ransomware ke perusahaan pipa minyak Amerika di awal Mei 2021 yang merupakan salah satu serangan siber paling masif pada tahun lalu.
Colonial Pipeline, operator jaringan BBM terbesar Amerika Serikat, terpaksa membayar uang tebusan lima juta dolar AS setelah terkena serangan siber ransomware, termasuk mencuri hampir 100 gigabita data. Pelaku mengancam akan merilisnya ke internet, kecuali korban membayar uang tebusan.
Dari serangan itu memicu krisis energi sementara, juga perusahaan menghentikan operasi pipa selama beberapa saat. Dengan terpaksa, perusahaan tersebut memilih membayar Rp500 miliar supaya peretas bisa mengembalikan file dan sistem, kemudian layanan BBM di Amerika Serikat bisa berjalan lancar kembali.
Peristiwa kebocoran data akibat peretasan ini akan berulang di situs pemerintah maupun situs besar lainnya di Indonesia. Salah satu penyebab utamanya, yaitu lebih ke arah belum besarnya political will dalam membangun fondasi siber.
Semua itu harus datang dari negara, seperti undang-undang serta kerja sama antarlembaga dan antarnegara. Intinya para pengambil kebijakan masih sangat awam terkait dengan keamanan dan pertahanan siber.
Saat ini, menurut Pratama, Pemerintah masih melakukan banyak kesalahan yang sama dan berulang karena memang belum terinternalisasinya budaya keamanan siber di Tanah Air.
Dengan banyaknya kasus peretasan yang terjadi di Tanah Air, ini akan sangat berbahaya sekali karena Indonesia sudah masuk tahap red alert terhadap serangan siber.
Jika dilihat negara lain yang terkena serangan peretasan rata-rata sekitar sekali dalam 1 caturwulan, di Indonesia dalam sebulan bisa berkali-kali kejadian.
Load more