Jakarta - Indonesia kembali masuk ke dalam fase di mana angka kejadian COVID-19 harian mulai meningkat. Potensi gelombang ketiga akibat penularan varian baru virus COVID-19 Omicron, diperkirakan berlangsung pada Februari-Maret 2022.
Meski sistem kesehatan Indonesia sudah cukup siap dalam menghadapi Omicron, namun kesadaran masyarakat dalam penerapan protokol kesehatan juga tetap harus ditingkatkan karena itu merupakan kunci utama menekan laju penyebaran kasus.
Munculnya gelombang COVID-19 ketiga atau gelombang-gelombang berikutnya sangat tergantung pada kondisi di masyarakat.
Mobilitas interaksi sosial dan kepatuhan dalam implementasi menjaga jarak, mencuci tangan, dan memakai masker atau 3M di masyarakat dapat menjadi faktor kunci untuk menahan terjadinya gelombang COVID-19 ketiga.
Gelombang ketiga COVID-19 sudah banyak terjadi di berbagai negara di Eropa, Amerika, hingga Afrika.
Varian Omicron memiliki karakter sangat cepat menyebar dibanding varian Delta. Hal ini tentunya akan mempengaruhi grafik puncak pandemi.
Saat ini terdapat empat indikator kasus COVID-19 di Tanah Air yang menunjukkan tren peningkatan.
Indikator pertama adalah kasus positif yang cenderung mulai bertambah. Kasus positif harian pada 19 Januari 2022 menembus angka 1.000 kasus atau tepatnya 1.745 kasus.
Padahal sebelumnya penambahan kasus di Indonesia sudah sempat berhasil ditekan pada kisaran 100-200 kasus positif per hari.
Indikator kedua adalah jumlah kasus aktif harian yang juga meningkat. Per 19 Januari 2022, kasus aktif tercatat sebesar 10.796 kasus aktif, setelah sebelumnya Indonesia sempat berhasil menekan di kisaran 4.000 kasus aktif.
Indikator ketiga adalah positivity rate atau proporsi orang yang dideteksi positif dari keseluruhan orang yang dites menunjukkan tren kenaikan dari 0,2 persen pada 1 Januari 2022, meningkat menjadi 1,15 persen pada 19 Januari 2022.
Dan indikator keempat adalah peningkatan keterisian tempat tidur (Bed Occupancy Ratio/BOR) rumah sakit rujukan untuk isolasi pasien. BOR saat ini sekitar tiga persen, dibandingkan sebelumnya yang hanya 1,38 persen.
Peningkatan angka pada indikator tersebut merupakan fakta bahwa telah terjadi peningkatan penularan COVID-19 di tengah masyarakat.
Perkembangan COVID-19 di dalam negeri itu, juga merupakan alarm dini bagi pemerintah dan masyarakat untuk bersiap menghadapi gelombang ketiga.
Antisipasi
Per 17 Januari 2022, terdapat 840 kasus Omicron di Indonesia. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan pun telah menyiapkan berbagai langkah mitigasi dalam mengantisipasi dampak buruk gelombang ketiga COVID-19 yang diprediksi berlangsung pada Februari-Maret nanti, salah satunya dengan menyediakan obat antivirus.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan, pemerintah telah menyiapkan obat anti virus COVID-19 yaitu Molnupiravir buatan Merck dan Paxlovid buatan Pfizer masing-masing sebanyak 400.000 tablet.
Obat anti virus itu sudah tiba di Indonesia dan siap digunakan dalam rangka menanggulangi pandemi COVID-19, terutama untuk mengantisipasi kebutuhan obat jika terjadi lonjakan kasus COVID-19.
Obat-obatan untuk penanganan COVID-19 tersebut, sedianya akan dibagi dalam kategori yang bisa dibeli umum, yang harus dibeli dengan mendapatkan resep dokter dan hanya bisa diberikan melalui perawatan rumah sakit.
Selain menyediakan obat anti virus, mitigasi lainnya yakni dengan mempercepat pelaksanaan vaksinasi dosis penguat atau booster.
Di samping itu, pemerintah juga akan terus mendorong vaksinasi dosis kedua untuk umum dan lansia, terutama di provinsi, kabupaten dan kota yang belum mencapai 70 persen.
"Saya memohon khusus kepada seluruh kepala daerah dan pimpinan wilayah di daerah-daerah yang dosis dua umum dan lansia masih di bawah 70 persen untuk mempercepat vaksinasi supaya memberikan perlindungan terhadap varian omicron. Saya ingatkan, omicron adalah musuh kita bersama. Jadi jangan ada diskusi lagi ini itu," kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Juru Bicara Vaksinasi Kementerian Kesehatan dr. Siti Nadia Tarmizi menambahkan, terdapat sejumlah kiat-kiat yang terus dilakukan untuk menurunkan kasus.
Yakni, penanganan COVID-19 melalui deteksi dengan meningkatkan tes epidemiologi, meningkatkan rasio kontak erat yang dilacak, upaya pelacakan dan pemantauan genom virus SARS-CoV-2 atau surveilans genomic.
Kemudian, mengonversi tempat tidur di rumah sakit sebanyak 30-40 persen dari total kapasitas RS, pemenuhan suplai oksigen, alat kesehatan dan Sumber Daya Manusia (SDM), mengerahkan tenaga kesehatan cadangan, pengetatan syarat masuk rumah sakit, dan pemanfaatan isolasi terpusat.
Sejatinya, pemerintah telah berupaya membuat kebijakan dan strategi khusus selama pandemi COVID-19. Masyarakat sebagai peranan penting dalam hal ini diharapkan dapat bersinergi dengan pemerintah dengan cara tetap patuhi protokol kesehatan dan mentaati aturan yang dibuat demi kebaikan bersama agar pandemi COVID-19 segera berakhir.
Vaksinasi
Dalam rangka menghindari gelombang ketiga COVID-19 menyusul mulai meningkatnya kasus Omicron, pemerintah pun terus berupaya untuk menyelesaikan vaksinasi, terutama bagi daerah yang cakupan vaksinasi dosis pertamanya belum mencapai 70 persen suntikan.
Total masih ada lima daerah yang membutuhkan akselerasi vaksinasi, yakni Sumatera Barat, Sulawesi Barat, Maluku, Papua Barat, dan Papua.
Kelima daerah itu terus didorong untuk meningkatkan laju vaksinasinya. Semakin cepat vaksinasi, semakin cepat pula kekebalan tubuh terbentuk. Dengan demikian masyarakat bisa terlindungi dari ancaman penularan COVID-19.
Berdasarkan data Satgas Penanganan COVID-19 per 19 Januari 2022, suntikan dosis pertama vaksin COVID-19 sudah diberikan pada 178,26 juta atau 85,59 persen dari total 208.265.720 warga yang menjadi sasaran vaksinasi COVID-19.
Sementara warga yang sudah selesai menjalani vaksinasi meliputi 58,37 persen atau sebanyak 121,56 juta dari total sasaran.
Di sisi lain, secara bersamaan pemerintah juga melakukan vaksinasi dosis penguat untuk meningkatkan efektivitas vaksin primer (dosis pertama dan kedua).
Vaksinasi penguat juga untuk memperpanjang masa perlindungan sehingga mutasi dari virus COVID-19 tidak memiliki sifat infeksi.
Vaksinasi booster memang perlu dilakukan untuk meningkatkan proteksi individu dan menekan penyebaran COVID-19 di dalam negeri di tengah penyebaran varian omicron.
Melalui sejumlah langkah antisipasi yang telah disiapkan oleh pemerintah, tentunya pemerintah meyakini gelombang ketiga akibat Omicron bisa cepat dikendalikan.
Sepanjang 2021 lalu, Indonesia telah mengalami berbagai tantangan dalam penanganan pandemi COVID-19. Yakni diawali dengan lonjakan pertama pada Januari dan diikuti lonjakan kedua pada Juli lalu.
Sudah sepantasnya, pemerintah beserta warga Indonesia bersama-sama memetik pelajaran penanganan pandemi satu tahun itu, terutama sebagai pondasi dalam memantapkan langkah bersama menuju 2022 yang produktif dan aman COVID-19. (ant/ito)
Load more