Belum lama di Mojokerto, Jawa Timur kita dikagetkan dengan peristiwa seorang istri yang kebetulan polisi wanita nekad membakar suaminya -yang juga polisi- hingga tewas karena diduga kecanduan judi daring. Sudah puluhan kali kejadian tipikal berulang: pembunuhan yg berlatar belakang kesulitan hidup akibat bermain judi daring.
Korban judi online ini agaknya tak sadar mereka dimanipulasi sedemikian rupa dengan perangkat kecerdasan buatan yang membaca perilaku saat bermain judi daring oleh sang bandar. Sialnya, kendali dan pelaku judi daring sulit diringkus karena mayoritas digerakkan dari luar Indonesia, seperti Kamboja dan Taiwan. Judi hanya salah satu dari kelindan kejahatan lain yang diorganisir sindikat internasional di sana, sejak narkoba, kejahatan seksual hingga perdagangan manusia.
Namun, tak lalu tanpa harapan karena Presiden Joko Widodo pada 14 Juni 2024 telah membentuk Satuan Tugas Pemberantasan Perjudian Daring (Satgas Judi Online) yang dipimpin Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Hadi Tjahjanto. Sayangnya, pemberantasan judi online baru sebatas menabuh gendering, belum benar benar berperang.
Misalnya, satgas saat ini hanya sibuk dengan korban, belum pada penegakan hukum. Pola penindakan ala pemadam kebakaran, sudah harus ditinggalkan.
Pemblokiran situs-situs judi online oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi dengan merazia jagat digital kita terbukti tidak pernah efektif. Sebuah akun judi misalnya sudah menautkan tiga akun lain jika akun utama itu diblokir Kominfo. Selain itu penindakan yang tambal sulam memakan biaya dan waktu sangat lama. Sementara ekses judi daring semakin meresahkan.
Pelaku dan bandar bandar yang sudah tertangkap, segera sita harta kekayaan dan hasil-hasil kejahatannya tanpa terkecuali. Tersangkakan pelaku dengan UU No 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Load more