Tentu yang jenaka bukan hanya pengalaman kita saja.
Lee Kuan Yew sebagai pemimpin yang resah di Singapura juga melakukan hal yang sama pada 1983. Alkisah, Tan Chai Wa, seorang komunis yang teguh ditangkap di Malaysia karena memiliki pistol. Dengan Undang Undang Keamanan Dalam Negeri (ISA) yang ketat akhirnya Tan dihukum gantung.
Sang Kakak, Tan Chu Boon membawa jenazahnya untuk dikebumikan di sebuah kompleks pemakaman terbesar di Singapura. Di atas batu nisan, Tan Chai Wa menuliskan pesan yang diberikan janda sang mendiang. Lalu, dengan huruf China, Tan menuliskan pesan tentang kebencian sang mendiang selama hidup kepada “masyarakat lama” dan “keyakinan tanpa batas akan kemenangan revolusi” di tanah air.
Pada bagian akhir tulisan di batu pualam yang mengkilap jika terkena sinar matahari itu juga diikutkan selarik puisi: “Kapan tiang gantungan akan dihancurkan untuk mewujudkan surga baru?” Demikian, Tan merasa dengan menuliskan keyakinan adiknya pada sepotong batu nisan, tugasnya telah purna: membawa pulang dan memakamkannya dengan terhormat.
Namun, tak lama flatnya yang sederhana di pinggiran kota Singapura didatangi petugas berbaju preman dari Departemen Investigasi Kriminal. Berbekal secarik kertas dari pembuat batu nisan, Tan Chu Boon didakwa melakukan perbuatan subversif. Tan Chu Boon pun diancam hukuman lima tahun dan denda 10.000 dolar Singapura.
Kini epitaf pada makam Tan tak ada lagi. Konon keluarga akhirnya memutuskan memplester tulisan dengan semen putih, tak ada lagi kalimat-kalimat yang dapat terbaca.
Kenapa sebuah gerhana matahari dianggap berbahaya, dan sebuah epitaph pada nisan bisa dianggap menghasut? Jawabannya, yaitu tadi, karena pemerintah tengah cemas.
Load more