Mahkamah Konstitusi
- tim tvonenews
Memang dalam sistem politik Indonesia pasca-reformasi tak melarang anak atau menantu presiden untuk mengikuti jejak orang tuanya asalkan tak melanggar hukum, namun ada filosofi Jawa yang menyebut ngono yo ngono ning ojo ngono. Dibolehkan ya dibolehkan, tapi jangan begitu caranya.
Pada titik ini Gibran harus paham filosofi lain, anak polah bapak kepradah. Keluarga adalah sebuah kesatuan. Apa yang dilakukan oleh Gibran dan Kaesang akan sangat berdampak pada bapaknya.
Kita sebagai rakyat juga ingin berperilaku mikul duwur mendem jero dan mengharapkan Jokowi bisa finish strong pada Oktober 2024 kelak. Kita ingin semua hasil yang dicapai oleh Jokowi selama 10 tahun pemerintahannya jadi warisan, legasi, berharga kekuasaannya, dan bukan ingatan kolektif akan nafsu kekuasaan dari anggota keluarga.
Jokowi harus kembali ingat bahwa kekuasaannya tidaklah absolut, ia dibatasi Undang Undang Dasar 1945, undang undang dan peraturan lainnya. Kekuasaannya tidaklah kekal, ia selalu hasil interaksi antara dirinya dan rakyat.
(Arsip Foto - Sidang paripurna DPR RI dengan agenda pelantikan Joko Widodo sebagai Presiden RI, 20 Oktober 2014. Sumber: ANTARA)
Harus diingat, pemilu 2024 adalah pemilu terakhir di masa pemerintahan Jokowi. Tentu Jokowi punya kepentingan agar pemilu ke-13 sejak republik Indonesia berdiri dan pemilu keenam sejak reformasi ini dikenang sebagai tonggak demokrasi Indonesia yang kian matang.
Sangat elegan jika Jokowi juga mengerem langkah politik Gibran. Jika Jokowi atau para pendukungnya memaksakan Gibran jadi cawapres, suara suara Presiden tengah melakukan nepotisme politik dan dinasti politik semakin keras. Sudah saatnya Jokowi bicara, “Aja gupuh-gupuh, Thole, aja ngaya ngaya, Jagat ki amba.” Jangan terburu buru, Nak. Jangan tergesa gesa. Dunia ini luas.
Pada para pendukung Jokowi, harus bersikaplah lebih perwira. Harus diingat pelajaran sejarah, jangan sekali kali melupakan sejarah (jasmerah). Soekarno dan Soeharto pada ujung kekuasaannya bertindak otoriter tidak dibentuk dalam waktu sehari.
Feodalisme politik, pendukung yang terus menerus mengagung-agungkan sang pemimpin, tidak ada yang berani mengingatkan atau berkata berbeda dari kehendak penguasa yang membuat dua pemimpin bangsa ini tidak soft landing pada akhir kekuasaannya. Kita tentu berharap Jokowi tak terjerembab mengulangi sejarah yang sama. (Ecep Suwardaniyasa Muslimin.)
Load more