Alhamdulillah, Ustadz Das'ad Latif Tak Mengidap Penyakit Kanker
- Istimewa
Saya masih simpan chat yang beredar dua bulan lalu: "Kk kk smua .. kita doain yaa .. buat ustad Das'ad .. kena canser usus baru ktawuan sebulan ini .. kasian shock berattt.. kt nya ud g mau ceramah dulu .. smoga pak ustad di berikan keikhlasan dan kesabaran. ALLAH SWT sehatkan kembali seperti semula ... aamiin yra" (Tercatat di WhatsApp, 22 Januari lalu).
Uceng membantah. UDL sendiri yang saya kontak hari itu, juga langsung membantah.
"Alhamdulillah kemarin baru tiba dari Madinah. Saat ini di Jakarta. Insya Allah sebentar malam ada ceramah di rumah Haji Fahmi. Ada perintah, Daeng?" tanyanya.
Dan, faktanya, UDL memang sehat wal afiat seperti saya dapat ikuti kegiatanya di media sosial. Alhamdulillah.
Itu sebabnya, saya pun seolah menjadi kebal ketika kembali menerima info UDL sakit. Tapi, sekali ini benar adanya. Hanya yang aneh itu saja: Kanker lagi sakitnya. Informasi itu jelas mendahului Tuhan. Juga mendahului dokter.
Saya mengenal UDL lima tahun lalu. Dikenalkan Daeng Uceng, dan dia pula berbaik hati mengantar UDL ke kantor, waktu itu. UDL salah satu Ustadz yang sejak lima tahun terakhir mencuri perhatian masyarakat luas. Video tausiahnya bertebaran di YouTube. Beredar dari satu WA grup ke WA grup yang lain. Anak-anak saya (bolehlah disebut mewakili generasi milenial) suka mengirimi saya videonya karena tahu saya ngefans sama Ustadz kelahiran Pinrang, Sulawesi Selatan itu.
Anak - anak saya pun suka. Ini jelas modal besar bagi UDL. Anak-anak generasi milenial tertarik tausiahnya. Jumlah generasi itu sekitar 60% dari populasi penduduk Indonesia yang berjumlah 273 juta jiwa. Klop dengan angka orang yang terhubung internet di Indonesia sekarang. Ciri umumnya: seperti cuma sedikit punya waktu.
Mereka tidak sempat menonton televisi dan baca koran. Perhatikan saja. Kalau makan sambil megang gadget. Bahkan sambil jalan pun matanya tertumbuk di layar handphone.
Semangat Pembaruan
Saya menemukan semangat pembaruan dalam tausiyah UDL. Pertama, isinya semacam sketsa sosial. Menyuguhkan problem yang dekat sekali dengan persoalan masyarakat sehari-hari. Pemecahannya selalu dikembalikan kepada ajaran Al-Quran dan Hadist Nabi.
Kedua, dikemas dalam bahasa ringan. Ketiga, durasinya pendek satu dua menit. Paling lama tiga menit. Keempat, selain mengutip surat-surat pendek dan Hadist Nabi, tak lupa dia selipkan ungkapan-ungkapan khas bahasa Bugis Makassar. Yang pukul rata lucu. Bikin terpingkal-pingkal.
Tausiahnya ilmiah tapi tidak terlalu ngotot unsur itu ditonjolkan. Sehingga tidak terasa menggurui. Ini juga salah satu kunci sukses ustadz yang menyandang dua gelar doktor sekaligus dalam berkomunikasi. Satu gelar Doktor komunikasi dari Universitas Kebangsaan Malaysia. Satu gelar Doktor Syariah dari Universitas Islam Makassar.
Load more