Sinyal Krisis Iklim Dari Davos
- IST
Sementara ancaman jangka panjang terutama berpusat pada krisis ekologis. Risiko jangka panjang yang paling mendesak selama dekade mendatang adalah kegagalan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, peristiwa cuaca ekstrem, dan ancaman keruntuhan keanekaragaman hayati.
Seperti telah diprediksi para sarjana dan temuan studi lembaga-lembaga think tank global, dunia setuju kini berada dalam era polikrisis. Laporan WEF 2023 mencatat banyak peringatan tentang risiko kolektif yang dapat dihadapi umat manusia dalam dekade mendatang.
Laporan itu juga menggambarkan dimanika geopolitik akibat dari ketegangan Amerika Serikat dan China maupun perang Rusia-Ukraina, mengancam melemahkan hubungan internasional untuk mengatasi perubahan iklim dan pembangunan global ketika mereka paling dibutuhkan.
Kerja sama global dan multilateral harus menjadi “pagar” untuk meningkatkan kemampuan kolektif mencegah dan menanggapi krisis lintas batas yang muncul untuk mengatasi risiko. Memanfaatkan interkoneksitas risiko global dapat memperluas dampak kegiatan mitigasi risiko dan menopang ketahanan yang akan memiliki efek multiplier terhadap risiko terkait.
Dunia harus berkolaborasi lebih efektif dalam mitigasi dan adaptasi iklim menghindari “kerusakan ekologis” dan pemanasan global yang berkelanjutan. Dalam sejarah modern, umat manusia telah menghindari beberapa depresi besar, merancang vaksin untuk menghentikan penyakit dan menghindari perang nuklir. Inovasi juga memungkinkan kita menguasai krisis ekologi dan perubahan iklim di masa depan.
Komitmen Transisi Energi
Sejalan dengan paparan Menteri ESDM di Davos, Indonesia dianggap mampu mengendalikan emisi di bawah skenario yang ditetapkan. Ke depan, upaya pengendalian emisi perlu terus diperkuat ditingkat lokal ataupun global, utamanya pada program strategis tranisis energi.
Berdasar hasil inventarisasi efek gas rumah kaca (GRK) nasional, tampak sudah ada beberapa perbaikan komitmen iklim dari pemerintah. Antara lain ditunjukkan dengan sejumlah upaya dan aksi nyata dalam mengatasi krisis iklim, berdasarkan parameter di tingkat global sepanjang tahun 2022.
Upaya itu bisa dilihat pada pembaruan target dokumen kontribusi nasional penurunan emisi (NDC), serta komitmen transisi energi yang didorong dalam Forum G20 akhir tahun lalu. Indonesia memperbarui NDC, dengan cara meningkatkan target penurunan emisi menjadi 31,89 persen dengan upaya sendiri, dan 43,2 persen dengan dukungan internasional.
Load more