Jakarta - Buku berjudul "Jokowi Undercover" kembali menarik perhatian publik, bukan karena isi bukunya, namun karena si penulis yakni Bambang Tri Mulyono melayangkan gugatan terkait dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo.
Si penulis buku "Jokowi Undercover" ini menggugat Jokowi terkait dugaan penggunaan ijazah palsu SD, SMP, dan SMA saat mengikuti Pilpres 2019.
Gugatan dilayangkan Bambang Tri Mulyono ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin (3/10/2022). Gugatan terdaftar dalam nomor perkara: 592/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst dengan klasifikasi perkara adalah perbuatan melawan hukum (PMH).
Selain Presiden, Bambang Tri Mulyono turut menggugat KPU (tergugat II), MPR (tergugat III), dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi/Kemenristekdikti (tergugat IV).
Bambang Tri Mulyono merangkul Ahmad Khozinudin sebagai penasihat hukum.
Dalam petitumnya, penggugat ingin PN Jakarta Pusat menyatakan Presiden Jokowi telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) berupa membuat keterangan yang tidak benar dan/atau memberikan dokumen palsu berupa ijazah (bukti kelulusan) SD, SMP, dan SMA atas nama Joko Widodo.
PN Jakpus juga diminta menyatakan Jokowi telah melakukan PMH berupa menyerahkan dokumen ijazah yang berisi keterangan yang tidak benar dan/atau memberikan dokumen palsu sebagai kelengkapan syarat pencalonannya untuk memenuhi ketentuan Pasal 9 ayat (1) huruf r Peraturan KPU Nomor 22 Tahun 2018 untuk digunakan dalam proses pemilihan presiden dan wakil presiden periode 2019-2024.
(Penulis buku "Jokowi Undercover" Bambang Tri Mulyono pernah mendekam di penjara selama 3 tahun. Sumber: ist)
Bambang Tri Mulyono adalah penulis buku Jokowi Undercover. Ia pernah dipenjara selama tiga tahun karena menulis buku Jokowi Undercover.
Bambang Tri Mulyono lahir di Blora, Jawa Tengah, pada 4 Mei 1971. Ia mengenyam pendidikan di SDN Sukorejo, SMPN 2 Blora, dan SMAN 1 Blora.
Ia juga sempat melanjutkan pendidikannya ke Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) dan mengambil jurusan Pertanian. Namun, Bambang Tri Mulyono keluar dari kampus negeri tersebut saat kuliahnya sudah masuk tahun-tahun akhir.
(Kolase Foto. Penulis buku "Jokowi Undercover" Bambang Tri Mulyono berfoto bersama Fadli Zon. Sumber:ist)
Bambang Tri Mulyono mendadak jadi sorotan setelah menulis buku Jokowi Undercover. Dalam buku itu, Bambang Tri Mulyono menuliskan sisi negatif Presiden termasuk fitnahan terhadap Jokowi dan keluarganya.
Bambang Tri Mulyono menyebut Jokowi telah memalsukan data saat mengajukan diri sebagai calon presiden 2014 lalu. Buku Jokowi Undercover sendiri tebalnya 436 halaman.
Buku tersebut terdiri dari banyak bab yang isinya masing-masing hanya tulisan pendek sepanjang tiga hingga lima halaman.
Kapolri saat itu, Jenderal (Purn) Tito Karnavian mengatakan, isi buku itu tidak sesuai dengan judulnya. Terlebih lagi, tak hanya Jokowi yang dibahas di sana, Bambang Tri Mulyono juga menuliskan soal masalah nasional dan hal lain yang dianggap menarik.
Tito menilai, buku itu jauh dari sebutan buku akademik sebab Bambang tidak memiliki sumber yang jelas sebagai referensi penulisan. Selain itu, tak ada dokumen wawancara sumber sebagai bahan informasi dalam penulisan buku.
Isinya pun diyakini jauh dari fakta sebenarnya karena tak ada bukti yang menunjang.
Tito menambahkan, Bambang Tri Mulyono mencetak buku Jokowi Undercover secara terbatas yaitu 300 eksemplar. Di buku tersebut juga tak disebutkan nama perusahaan percetakannya. Bahkan Bambang Tri Mulyono membiayai sendiri buku yang ditulisnya.
(Penulis buku "Jokowi Undercover" Bambang Tri Mulyono pernah mendekam di penjara selama 3 tahun. Sumber: ist)
Bareskrim Polri lantas menangkap Bambang Tri Mulyono dan ditahan oleh Bareskrim Polri setelah menjalani pemeriksaan, pada akghir Desember 2016.
Atas kasus ini, Bambang Tri Mulyono divonis tiga tahun penjara oleh Majelis Hakim PN Blora. Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yaitu empat tahun.
Ia dinyatakan bersalah karena terbukti mempraktikkan ujaran kebencian. Tindakannya itu melanggar Pasal 28 ayat (2) Jo pasal 45 A ayat (2) Undang-undang Nomor 19/2016 tentang perubahan atas UU nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Jo pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana jo UU nomor 8/1981.
Meski sudah divonis penjara, Bambang masih bersikukuh tidak bersalah dan yakin isi buku yang telah ditulisnya adalah sebuah fakta yang patut dijadikan informasi bagi masyarakat.
Bambang Tri Mulyono telah bebas dari balik jeruji besi pada Juli 2019.
(Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka. Sumber: ANTARA)
Gugatan Bambang Tri Mulyono yang menggugat orang nomor satu di Indonesia, Joko Widodo, mendapat reaksi dari putranya, Gibran Rakabuming Raka.
Gibran mengaku bosan menanggapi isu ijazah palsu Presiden Jokowi yang kembali muncul akhir-akhir ini. "Isunya muncul terus. Tanya yang bikin isu. Nganti bosen nanggepi aku (Saya sampai bosan menanggapi)," ujar Gibran, Senin (10/10/2022).
Menurut Gibran, bantahan yang berkali-kali disampaikan akan menjadi sia-sia kalau berhadapan dengan pihak yang tidak menyukai ayahnya.
Jika memang Presiden Jokowi hanya mengandalkan ijazah palsu, tidak mungkin dia lolos pendaftaran pada berbagai kontestasi politik yang diikutinya mulai dari pemilihan Wali Kota Surakarta, pemilihan Gubernur DKI Jakarta hingga pemilihan Presiden 2014.
"Sekarang daftar wali kota, gubernur ora nganggo ijazah meh nganggo opo? Nganggo godong pisang po piye. Ora to yo, mosok meh ngapusi pendaftaran presiden (Tidak pakai ijazah terus pakai apa? Apa pakai daun pisang? Kan tidak, masa mau berbohong pendaftaran presiden)," katanya.
Gibran memastikan ijazah yang dimiliki ayahnya sah dan sudah sesuai. "Riwayat pendidikan Pak Jokowi ya sesuai itu," katanya.
Mantan Kepala SMAN 6 Surakarta Agung Wijayanto memastikan ijazah yang dimiliki Presiden Jokowi adalah asli.
Ia menegaskan bagi siapa saja yang meragukan keaslian ijazah Presiden Jokowi bisa datang langsung ke SMAN 6 Surakarta.
"Kalau yang begini-begini saya tidak mau menanggapi berlebihan. Begini saja, kalau ada yang ragu silakan datang dan cek ke SMAN 6 Surakarta. Dokumennya ada di sana," kata Kepala SMAN 6 Surakarta periode 2015-2020 tersebut.
(Rektor UGM Ova Emilia beserta jajarannya gelar keterangan pers mengenai ijazah presiden Joko Widodo. Sumber: ANTARA)
Senada dengan Gibran, Rektor UGM Ova Emilia angkat bicara perihal gugatan dugaan ijazah palsu Jokowi.
Rektor UGM Ova Emilia menegaskan bahwa Presiden Jokowi merupakan alumnus Program Studi S1 di Fakultas Kehutanan UGM angkatan tahun 1980.
Presiden Joko Widodo dinyatakan lulus dari UGM pada tahun 1985, sesuai ketentuan dan bukti kelulusan yang dimiliki oleh UGM.
“Atas data dan informasi yang kami miliki dan terdokumentasi dengan baik, kami meyakini keaslian ijazah sarjana Ir. Joko Widodo, dan yang bersangkutan benar-benar lulusan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada,” kata Ova dalam konferensi pers di Gedung Pusat UGM," Selasa (11/10/2022).
Menurut Ova, klarifikasi ini disampaikan sebagai bentuk tanggung jawab UGM sebagai institusi penyelenggara pendidikan tinggi kepada para alumninya. Sehingga siapapun alumni yang merasa perlu diverifikasi terkait keaslian ijazahnya, UGM siap melakukannya.
“Bukan karena yang dipertanyakan ini orang nomor satu, tapi jika ada alumni yang ingin diverifikasi kami juga akan melakukan langkah-langkah verifikasi sesuai proporsinya. Misalnya jika ada alumni yang bekerja di suatu tempat dan memerlukan verifikasi bahwa yang bersangkutan memang alumni UGM,” ungkapnya.
(Presiden Joko Widodo. Sumber ANTARA)
Lebih lanjut Ova menjelaskan terkait ijazah Joko Widodo yang dianggap berbeda dengan ijazah alumni fakultas lain di angkatan yang sama. Menurutnya, pada masa itu belum dilakukan komputerisasi sehingga penulisan ijazah masih menggunakan tulisan tangan halus.
“Waktu itu juga belum sampai ada penyeragaman seperti saat ini di mana Dikti memiliki format khusus sehingga ada perbedaan antara satu dan lainnya. Tetapi kami punya dokumen arsip untuk hal itu,” tegas Ova.
Hal sama ditegaskan oleh Dekan Fakultas Kehutanan UGM, Sigit Sunarta. Ia bahkan berani mengkonfirmasi bahwa ijazah Joko Widodo memang telah sesuai dengan format ijazah dari Fakultas Kehutanan UGM pada waktu itu.
“Kami sudah mencoba melihat format ijazah yang diterima Bapak Jokowi dengan teman satu angkatan yang lulus pada waktu bersamaan, persis format Fakultas Kehutanan dengan tulisan tangan halus. Untuk fakultas lain kami tidak mengetahui secara pasti tapi di Fakultas Kehutanan seragam seperti itu,” bebernya.
Wakil Rektor UGM Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian kepada Masyarakat, dan Alumni Arie Sujito menambahkan, pihaknya perlu menyampaikan pernyataan ini ke publik karena nama UGM dikaitkan dalam persoalan tersebut.
“Ketika nama UGM dikaitkan, kita tidak mungkin tidak menyampaikan kepada publik seolah kita tidak tahu. Paling tidak kita dudukkan masalahnya agar tidak ada spekulasi berlebihan," terangnya.
Sementara Ahli Hukum UGM Andi Sandi Antonius menerangkan bahwa UGM tidak akan mengambil langkah hukum terkait gugatan soal dugaan ijazah palsu Jokowi. Sebab gugatan tersebut bukan ditujukan kepada UGM.
“Secara prinsip orang itu tidak menggugat UGM, kecuali kemudian dia menghubungkan tindakannya itu dengan UGM. Kalau kita lihat tindakan yang secara formal dilakukan sampai hari ini, itu tidak secara spesifik ditujukan ke UGM,” ujar Andi. (ito)
Load more