Jakarta - Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani menyatakan bahwa pemulihan ekonomi Indonesia pascapandemi sepanjang tahun 2022 tumbuh mengesankan.
"Pemulihan ekonomi hingga triwulan ke-2 tahun 2022 tumbuh mengesankan yaitu 5,44% yang mana tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia termasuk yang tertinggi di G20 dan ASEAN," katanya dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-3, Masa Persidangan Tahun Sidang 2022-2023, di Gedung Nusantara 2, Selasa (30/08/2022).
Fakta tersebut menjadi landasan rancangan RAPBN 2023 dengan optimisme yang didukung tingkat inflasi Indonesia masih moderat di angka 4,94% pada bulan Juli 2022 atau kuartal II, dibanding negara maju dan emerging justru menurun akibat tekanan inflasi dan pengetatan kebijakan moneter.
"Laju inflasi pada bulan Juli 2022 masih relatif moderat yaitu 4,9%. Angka ini relatif rendah dibandingkan tingkat inflasi di berbagai negara G20 seperti Turki dan Argentina yang bahkan mencapai 79,6% dan 71%," jelasnya.
Dari sisi kenaikan inflasi Brasil, Meksiko dan India di kelompok emerging G20 juga mengalami lonjakan inflasi cukup tinggi di bulan Juli yaitu masing-masing 10,1%, 8,2% dan 6,7%.
Dalam rapat paripurna yang dihadiri oleh 9 fraksi partai, Sri Mulyani juga memberikan apresiasi kepada kelompok partai yang mendukung upaya pengendalian inflasi dalam negeri.
"Pemerintah berterimakasih atas perhatian dari fraksi Golkar, Gerindra, NasDem, PKS, dan PPP terhadap upaya mengendalikan laju inflasi di tengah meningkatkanya inflasi global, terutama dari kenaikan harga komoditas energi dan bahan pangan," ucapnya.
Pertumbuhan ekonomi yang mengesankan ditopang oleh pemulihan permintaan domestik dari konsumsi yang melaju kencang. Sedangkan ekspor tetap tumbuh tinggi akibat harga dan permintaan komoditas yang menguat.
Namun begitu, Sri Mulyani menyampaikan kewaspadaan harus tetap dijaga dalam menumbuhkan perekonomian Indonesia.
"Kinerja pertumbuhan dan inflasi hingga semester I 2022 ini memberikan landasan optimisme, namun tetap menjaga kewaspadaan karena awan tebal dan gelap," tandasnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan selain laju inflasi yang fluktuatif, kenaikan suku bunga, pengetatan likuiditas, dan pelemahan ekonomi di negara-negara maju, serta ketegangan geopolitik yang mulai melanda perekonomian di Eropa, Amerika Serikat dan Republik Rakyat China (RRC) menjadi tantangan dalam menopang perekonomian masyarakat.
"Namun kita harus tetap waspada terhadap kemungkinan resiko pelemahan ekonomi global yang dapat berimbas pada kinerja ekonomi nasional," pungkasnya. (hsn/chm)
Load more