Jakarta - Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik marahi Ferdy Sambo lantaran mengajak Komisioner Komnas HAM Choirul Anam untuk bertemu sebelum pemeriksaan atas kasus yang menewaskan Brigadir J.
Taufan mengatakan, atas hal tersebut Ferdy Sambo mengaku meminta maaf saat diperiksa Komnas HAM di Mako Brimob Kelapa Dua.
Ia juga menegaskan bawah pertemuan mantan Kadiv Propam dengan Komisioner Komnas HAM itu tidak terjadi intervensi apapun.
"Tidak ada. Saya tanyakan langsung ketika memeriksa Sambo."
"Saya marah sama dia waktu ketemu, kamu ini ngapain kayak begitu. Dia minta maaf," ujar Taufan di kantor Komnas HAM Selasa (23/8/2022).
"Kamu tahu enggak, itu bisa merusak integritasnya Anam dan Komnas HAM? Iya pak minta maaf. Saya tanya 'ada uang tidak kamu kasih? Tidak ada'. Saya rekam lho ini," lanjutnya.
Ketua Komnas HAM itu menyebut memang pada 11 Juli 2022 Choirul Anam meminta izin bertemu dengan Ferdy Sambo. Ia juga mengatakan bahwa Anam langsung menjelaskan kepadanya hasil pertemuan dengan Sambo.
"Besok pagi baru dijelaskan, 45 menit katanya cuma nangis-nangis seperti yang digambarkan Pak Mahfud MD," jelas Taufan.
Hasil Autopsi Ulang Brigadir J
Hasil autopsi ulang jenazah Nofryansah Yosua Hutabarat atau Brigadir J akhirnya menjawab keresahan publik soal dipindahkannya otak korban dari kepala ke perut.
Hasil autopsi ulang jasad Brigadir J tersebut disampaikan langsung oleh Ketua Persatuan Dokter Forensik Indonesia (PDFI) Ade Firmansyah.
Pada hasil autopsi ulang jenazah Brigadir J ini Ade memastikan tidak adanya luka penyiksaan di tubuh korban.
“Kami bisa pastikan dengan keilmuan forensik yang sebaik-baiknya, bahwa tidak ada tindakan kekerasan selain kekerasan senjata api pada tubuh korban,” ujar Ade di Mabes Polri, Senin (22/8/2022).
Lantas apakah ada perbedaan hasil autopsi pertama dan kedua, Ade menjawab bahwa perbandingan hasil autopsi dapat disaksikan di persidangan.
Pihaknya memastikan hasil ekshumasi ini telah disampaikan kepada penyidik Bareskrim Polri.
Selanjutnya Ade menyebut tim dokter menemukan dua luka fatal di kepala dan dada korban pembunuhan berencana Ferdy Sambo ini.
Kedua luka tersebut berasal dari tembakan senjata api. “Ada dua luka yang fatal tentunya, di daerah dada dan kepala,” ucapnya.
Saat ditanya jarak tembak pada luka fatal tersebut, Ade mengaku tidak bisa memberikan penjelasan lebih lanjut lantaran ciri-ciri luka pada tubuh korban sudah mengalami perubahan.
“Bentuknya sudah tidak sesuai lagi dengan yang aslinya sehingga jarak tembak jauh atau dekat tidak bisa dilihat,” katanya.
Penjelasan Dokter Forensik soal Otak Dipindah ke Perut
Berikutnya terkait dengan organ tubuh otak yang sebelumnya disebutkan berpindah ke perut, Ade menyebut bahwa itu merupakan bagian dari tindakan autopsi untuk mengamankan organ tubuh korban.
“Semua organ pada setiap tindakan autopsi pasti harus dikembalikan ke tubuhnya. Dengan pertimbangan karena jenazah akan ditransportasikan dan adanya bagian-bagian tubuh yang terbuka sehingga harus dilakukan beberapa tindakan di tempat-tempat (Red: dipindahkan) agar tidak mengalami kececeran dan sebagainya,” ujar Ade.
Soal ukuran luka tembak yang sebelumnya juga disebutkan berbeda, Ketua PDFI ini kembali menjelaskan bahwa dirinya tidak mengidentifikasi terkait ukuran kaliber.
“Kaliber dan ukuran peluru kami tida bisa tentukan, diautopsi kedua ini bentuk lukanya sudah tidak asli lagi. Adanya pembusukan atau pemberian formalin pada jenazah tentunya bentuk luka akan mengalami perubahan,” katanya.
Detik-detik Kematian Brigadir J
Sementara berdasarkan kronologi yang diketahui mantan kuasa hukum Bharada E, Deolipa Yumara, Bharada E sempat menceritakan saat itu mereka sedang berada di rumah Dinas Jalan Saguling, Duren Tiga Barat, Pancoran, Jakarta Selatan.
Mulanya, Brigadir J diminta untuk naik ke lantai atas, namun Joshua menolak.
Tapi karena perintah itu datang dari Irjen Ferdy Sambo, akhirnya Brigadir J menurut.
Kala itu, Bharada E juga naik ke lantai atas, dia menyaksikan Brigadir J yang sudah berlutut di depan Ferdy Sambo yang sedang memegang pistol sambil memakai sarung tangan.
“Di atas itu sudah ada kejadian, si Yoshua berlutut di depan Sambo. Kalau menurut keterangan Richard, kan Richard pegang pistol. Sambo juga pegang pistol. Tapi Sambo pakai sarung tangan. Biasa kan, namanya mafia kan, suka pakai sarung tangan,” kata Deolipa.
Situasi menjadi panas ketika Irjen Ferdy Sambo memberikan perintah kepada Bharada E untuk menembak rekannya.
Perintah itu tak dapat ditolak oleh Bharada E, maka terjadilah penembakan terhadap Brigadir J.
“Dalam posisi itu, ada perintah dari Sambo untuk si Richard, ‘woy sekarang woy.. tembak, tembak woy… ya namanya perintah kan Richard ketakutan. Karena kalau Richard nggak nembak, mungkin dia ditembak. Karena sama-sama pegang pistol kan. Akhirnya atas perintah, Richard langsung tembaklah, ‘dor.. dor.. dor..’,” kata Deolipa, menirukan ucapan yang disampaikan Bharada E.
Sebelumnya, Polri telah menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus penembakan Brigadir J, yakni Irjen Pol. Ferdy Sambo, Bharada E, Bripka Ricky Rizal, dan satu tersangka sipil bernama Kuat Maruf atau KM. (abs/ree)
Load more