Jakarta - Aparat dari Polda Metro Jaya mengungkap fakta baru soal kasus penangkapan pemimpin tertinggi dan sejumlah tokoh penting kelompok atau organisasi masyarakat (ormas) Khilafatul Muslimin yang didirikan pada tahun 1997.
“Dalam Khilafatul Muslimin, Abdul Qadir selaku pemimpin tertinggi (Amirul Mu’minin) mengganggap dirinya sebagai penerus Kekhalifahan Nabi (Khalifah nomor 105) pasca meninggalnya Rasulullah SAW,” kata Hengki kepada awak media, di Polda Metro Jaya, Kamis (16/6/2022).
Adapun struktur ormas Khilafatul Muslimin menempatkan sosok Abdul Qadir sebagai pemimpin tertinggi, juga dibantu oleh tiga Amir Daulah yang membawahi seluruh wilayah Nusantara, meliputi Amir Daulah wilayah Jawa Timur, Sumatera (membawahi juga Kalimantan), dan Amir Daulah wilayah Indonesia Timur.
“Abdul Qadir mendirikan lembaga pendidikan yang dimulai sejak usia dini dan diberi nama Ukhuwah Islamiyah dengan berlandaskan pada ideologi keKhalifahan dan tidak memberikan penanaman terhadap nilai-nilai Pancasila serta Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sebagai amata pelajaran bagi siswanya,” tambahnya.
Dalam pelaksanaan sistem pendidikan di Khilafatul Muslimin, para siswa tidak diperkenankan menggelar upacara. Hal-hal yang berkaitan dengan kenegaraan seperti bendera merah putih, lambang negara hingga foto Presiden dan Wakil Presiden juga tidak diperbolehkan berada di lingkungan Khilafatul Muslimin.
“Yang boleh ada dan diperbolehkan hanya bendera tauhid atau bendera khilafah,” ucapnya.
Ormaas Khilafatul Muslimin disebut memiliki pengikut atau jamaah mencapai 14.000 orang yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
“Jadi mereka memang berdiri di tahun 1997, namun baru di tahun 2011 mereka mendaftarkan organisasi tersebut dalam bentuj yayasan pendidikan dengan nomor pendirian (NO.S.K AHU. 3101. AH. 01.04, tanggal 31 Mei 2011) dengan Abdul Qadir Hasan Baraja sebagai Ketua atau Pembinanya, yang diikuti oleh tujuh orang lain yang tercantum dalam struktur organisasi pada akta pendirian Nomor 83 tanggal 12 April 2011, yang dibuat oleh Notarus Rosita Siagian, SH,” bebernya.
Hengki menambahkan, untuk dapat menjadi warga Khilafatul Muslimin, seseorang tersebut harus lebih dulu dibaiat atau disumpah oleh Khalifah atau Amir Daulah kewilayahan.
“Dan setelah dibaiat, seseorang tersebut akan diberikan Nomor Induk Warga (NIW) serta kartu tanda (sejenis KTP) warga dari Khalifah atau Amir Daulah,” tandasnya. (pmj/ade)
Load more