Menag: Kurikulum Berbasis Cinta Landasan Pendidikan Islam Masa Depan
- Kemenag
Jakarta, tvOnenews.com - Menteri Agama Nasaruddin Umar mendorong penerapan Kurikulum Berbasis Cinta sebagai landasan pendidikan Islam di masa depan, mengingat kurikulum bukan sekadar perangkat akademik, melainkan instrumen strategis pembentuk peradaban.
“Umat seperti apa yang akan lahir di masa depan sangat ditentukan oleh kurikulum yang kita rancang hari ini,” ujar Menag dalam Review and Design on Islamic Education Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Tahun 2025 di Jakarta, Selasa.
Menag menjelaskan kurikulum pendidikan Islam ke depan harus mengarah pada lima transformasi utama. Pertama, pergeseran dari teologi yang bersifat maskulin dan konfrontatif menuju teologi yang nurturing, merawat, dan penuh kasih.
Kedua, transformasi dari orientasi formalitas hukum (nomos-oriented) menuju orientasi nilai dan substansi (eros-oriented). Menag menilai keberagamaan yang terlalu formal berisiko kehilangan dimensi cinta dan empati sosial.
Ketiga, perubahan paradigma dari antroposentrisme menuju ekoteologi, yakni kesadaran bahwa manusia hidup berdampingan dengan alam, bukan sebagai penguasa yang eksploitatif.
Keempat, transformasi pola pikir dari atomistik menuju holistik, agar pendidikan mampu melahirkan peserta didik yang melihat keterhubungan antar realitas, bukan terjebak pada fragmentasi.
Kelima, pergeseran dari religiousness menuju religious mindedness, yakni menjadikan agama sebagai kompas moral yang membebaskan dan mendorong kreativitas, bukan sebagai batasan yang mengekang.
“Pendidikan tanpa cinta kehilangan ruhnya. Agama seharusnya membebaskan manusia untuk berkreasi dan berkontribusi bagi peradaban,” kata dia.
Ia juga menyinggung praktik pendidikan di sejumlah negara maju, seperti Finlandia, yang menempatkan guru, murid, dan orang tua dalam relasi setara. Pendekatan tersebut dinilai relevan untuk memperkuat kualitas pendidikan Islam di Indonesia.
Menag menekankan pentingnya kontribusi Kementerian Agama dalam merumuskan konsep pendidikan Pancasila yang berakar pada Ketuhanan Yang Maha Esa.
Ia menolak dikotomi antara pendidikan agama dan pendidikan umum, seraya mencontohkan kejayaan Baitul Hikmah pada masa peradaban Islam klasik.
“Pendidikan umum harus memiliki fondasi nilai keagamaan, sehingga tidak melahirkan manusia sekuler, tetapi tetap profesional dan berintegritas,” ujarnya.
Ia pun mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk bekerja secara konseptual dan kontekstual dalam menyempurnakan kurikulum pendidikan Islam.
Load more