Pramono Larang Pesta Kembang Api untuk Perayaan Tahun Baru 2026 di Jakarta, Ekonom Soroti Dampaknya pada Ekonomi
- ANTARA
Jakarta, tvOnenews.com - Kebijakan Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, yang melarang hotel dan pusat perbelanjaan menggelar pesta kembang api pada malam Tahun Baru 2026 dinilai tidak berdampak signifikan terhadap daya beli masyarakat.
Namun, kebijakan tersebut berpotensi menggeser pola aktivitas ekonomi, khususnya sektor rekreasi dan hiburan di Ibu Kota.
Ekonom Bright Institute, Muhammad Andri Perdana, menilai daya beli masyarakat tidak ditentukan oleh ada atau tidaknya atraksi kembang api, melainkan oleh pendapatan dan tingkat harga barang dan jasa.
“Kalau ‘daya beli’ mungkin tidak ya, karena daya beli masyarakat itu variabelnya pendapatan masyarakat sama tingkat harga,” ujar Andri saat dihubungi tvOnenews.com, Selasa (23/12/2025).
Menurut dia, kebijakan pelarangan kembang api lebih berpengaruh pada aktivitas ekonomi jangka pendek, terutama bagi sektor swasta yang selama ini mengandalkan atraksi visual untuk menarik pengunjung.
“Kalau untuk kasus ini lebih ke aktivitas ekonominya, karena kan kita ketahui memang selama ini acara atraksi kembang api yang masif dilakukan oleh berbagai pihak swasta di Jakarta umum digunakan untuk menarik masyarakat hadir di venue dan melakukan aktivitas ekonomi rekreasi dan membelanjakan uangnya,” jelasnya.
Andri menilai, bagi masyarakat dengan pendapatan terbatas, keberadaan atau ketiadaan pesta kembang api tidak serta-merta meningkatkan belanja.
Sebaliknya, kebijakan ini bisa membuat sebagian warga yang semula berencana merayakan tahun baru di Jakarta memilih menahan pengeluaran atau berpindah ke daerah lain yang tetap menggelar pesta kembang api.
“Yang mungkin terjadi adalah aktivitas ekonominya yang di Jakarta yang berkurang, yang mana bisa jadi orang-orang yang tadinya berniat untuk merayakan akhir tahun di Jakarta dan mengeluarkan uang di venue acara kembang api, menjadi menyimpan uangnya atau pergi ke daerah lain yang menyelenggarakan dengan kembang api,” paparnya.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa secara umum kebijakan tersebut tidak berdampak besar terhadap pendapatan dan daya beli masyarakat Jakarta secara keseluruhan.
“Sedangkan bagi masyarakat yang sedari awal tidak memiliki niat untuk mengeluarkan lebih banyak uang di acara akhir tahun, maka ada atau tidaknya acara kembang api tidak akan berpengaruh baik ke laju aktivitas ekonomi maupun daya beli,” ujarnya.
Andri menyebut pihak yang paling terdampak secara mikroekonomi adalah pelaku usaha swasta di Jakarta, terutama pusat perbelanjaan dan venue hiburan yang biasanya mengandalkan momen pergantian tahun.
“Sehingga secara mikroekonomi yang mungkin paling terpengaruh dari segi pendapatan dari hal ini adalah pihak-pihak swasta di Jakarta, seperti mungkin mal dan pusat perbelanjaan lainnya. Namun secara keseluruhan bagi pendapatan atau daya beli masyarakat, sebenarnya tidak terlalu berpengaruh,” pungkasnya.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta resmi melarang hotel, pusat perbelanjaan, serta seluruh penyelenggara acara pemerintah maupun swasta menyalakan kembang api pada malam pergantian Tahun Baru 2026.
Kebijakan ini diputuskan Gubernur Pramono Anung sebagai bentuk empati terhadap masyarakat di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat yang masih terdampak bencana alam.
“Dalam rapat saya sudah memutuskan untuk wilayah seluruh Jakarta, yang diadakan oleh pemerintah maupun swasta, kami meminta untuk tidak ada kembang api,” ujar Pramono usai rapat persiapan Tahun Baru di Balai Kota Jakarta, Senin (22/12/2025). (agr/iwh)
Load more