Aksi Gajah Sumatra Bantu Evakuasi Pasca Banjir di Pidie Aceh Tuai Kritik, Kini Sudah Dipulangkan ke PLG Saree
- Antara
tvOnenews.com - Empat ekor gajah Sumatra sempat menjadi sorotan publik usai diturunkan untuk membantu proses evakuasi pasca banjir di wilayah Pidie, Aceh.
Aksi mereka yang awalnya dimaksudkan untuk membantu warga justru menimbulkan perdebatan dan menuai kritik dari sejumlah warganet yang menilai penggunaan satwa dilindungi dalam kegiatan tersebut kurang tepat.
Namun kini, keempat gajah itu, yakni Midok, Abu, Aziz, dan Nonik, telah resmi dipulangkan ke Pusat Latihan Gajah (PLG) Saree.
Dilansir dari unggahan Instagram resmi Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, keempat gajah tersebut kembali ke PLG Saree pada 11 Desember 2025.
Dalam unggahannya, BKSDA Aceh menjelaskan secara detail alasan dan pertimbangan mereka menurunkan gajah dalam proses penanganan pasca bencana.
Menurut keterangan BKSDA, kegiatan ini merupakan bagian dari respons tanggap darurat bencana banjir di Pidie Jaya, Aceh, yang dikoordinasikan bersama pemerintah kabupaten setempat.
Mereka menjelaskan bahwa penggunaan gajah dilakukan setelah mempertimbangkan kondisi lapangan yang sulit dijangkau alat berat.
"Terdapat beberapa titik di sekitar rumah warga yang masih sulit terakses sehingga Masyarakat tidak dapat membersihkan rumahnya karena kondisi masih terdapat puing berserakan. Di lokasi tersebut hanya bisa dengan tenaga manual yang pastinya akan membutuhkan waktu lama, sedangkan jika menggunakan alat berat dikhawatirkan akan justru merusak rumah-rumah yang sebagian terendam lumpur," tulis BKSDA Aceh dalam pernyataannya.
Untuk itulah, empat ekor gajah terlatih dari PLG Saree dikerahkan guna membantu membersihkan serpihan, batang pohon, dan membuka jalur bagi warga agar dapat kembali beraktivitas dengan aman.
Proses evakuasi ini tidak dilakukan sembarangan. BKSDA memastikan bahwa setiap kegiatan bersama gajah dilakukan dengan hati-hati, terukur, dan diawasi langsung oleh para mahout (pawang gajah) serta tenaga profesional.
Tim di lapangan terdiri dari empat gajah, delapan mahout, petugas polisi hutan (Polhut), anggota Brigade Konservasi Alam (Brigdalkar), serta dikawal oleh personel kepolisian untuk memastikan keselamatan warga maupun satwa.
Selain menjelaskan peran gajah, BKSDA Aceh juga menyoroti aspek kesejahteraan hewan selama proses tanggap bencana.
Gajah-gajah tersebut mendapat perhatian penuh dari tim medis, mulai dari asupan pakan hingga perawatan kesehatan.
Untuk logistik pakan, disiapkan dari kebun warga secara sukarela, seperti pelepah pisang dan pelepah kelapa yang mudah diperoleh di sekitar lokasi.
Selain itu, gajah juga diberi suplemen tambahan berupa buah-buahan dan gula merah agar tetap bugar selama bertugas.
Dari sisi kesehatan, gajah berada di bawah pengawasan langsung dokter hewan dari BKSDA Aceh dan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala (FKH Unsyiah).
Setiap individu diberikan vitamin, cairan desinfektan, vaksin anti-tetanus, serta obat-obatan lain yang diperlukan untuk mencegah infeksi dan stres akibat perubahan lingkungan.
Jam kerja gajah pun dibatasi secara ketat. Mereka hanya bekerja maksimal 4 jam per hari, yang dibagi dalam dua sesi masing-masing dua jam.
Setelah itu, gajah mendapat waktu istirahat selama dua jam untuk makan, minum, serta dilakukan pemeriksaan fisik oleh tim medis.
Proses sosialisasi juga dilakukan agar gajah tidak mengalami tekanan psikologis selama bertugas di area bencana.
Kendati demikian, publik di media sosial dan pemerhati satwa tetap melontarkan kritik.
Beberapa menilai penggunaan gajah dalam aktivitas pasca bencana seharusnya menjadi opsi terakhir karena berisiko menimbulkan stres pada hewan. Terlebih hutan sebagai tempat tinggalnya justru nyaris habis dirusak manusia.
Kini, setelah menjalankan misi di Pidie Aceh, Midok, Abu, Aziz, dan Nonik telah kembali ke PLG Saree dalam kondisi sehat.
Mereka kembali menjalani rutinitas pelatihan dan perawatan di bawah pengawasan tim konservasi. (adk)
Load more