Mitigasi dan Pemulihan Bencana Butuh Narasi Positif, Bukan Kontroversi
- Tim tvOne/Muhammad Roni
Jakarta, tvOnenews.com – Polemik pernyataan politik terkait penanganan bencana alam kembali memicu diskusi publik. Hal ini bermula dari pernyataan Wakil Ketua DPR RI, Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, yang menyebut tiga menteri perlu melakukan “tobat nasuha” atas berbagai bencana alam yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Pernyataan tersebut mendapat respons dari berbagai pihak, termasuk Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI).
PB HMI melalui Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral, Rizki Alif Maulana, menilai bahwa pernyataan seperti itu berpotensi memecah fokus penanganan bencana dan menciptakan kegaduhan di tengah masyarakat yang masih terdampak kondisi darurat.
- Ist
Menurut Rizki, tantangan kebencanaan di Indonesia adalah persoalan multidimensi yang membutuhkan kerja sama lintas sektor, bukan saling tuding apalagi retorika yang dinilai tidak produktif.
“Pernyataan tersebut berpotensi menimbulkan persepsi yang tidak konstruktif. Bencana alam bukan persoalan sederhana yang bisa disandarkan hanya pada satu pihak. Ini isu kompleks yang memerlukan partisipasi, kolaborasi, dan kebijakan berbasis data,” ujar Rizki dalam keterangan tertulisnya.
Fokus Pada Aksi, Bukan Kontroversi
Rizki menilai, alih-alih memperkeruh situasi, para pemimpin seharusnya menunjukkan keteladanan dengan fokus pada langkah konkret untuk membantu masyarakat terdampak. Ia menekankan pentingnya memastikan kebutuhan dasar para korban terpenuhi.
“Yang dibutuhkan masyarakat hari ini adalah ketersediaan logistik dan obat-obatan, pemulihan akses listrik dan internet, serta pasokan BBM yang memadai. Narasi publik sebaiknya diarahkan pada solusi, bukan perdebatan yang dapat menciptakan jarak antara pemerintah dan masyarakat,” lanjutnya.
Ia juga mengingatkan bahwa setiap pihak, termasuk pejabat negara dan lembaga politik, memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga suasana tetap kondusif. Dalam kondisi darurat, penyampaian pendapat harus tetap mempertimbangkan etika serta dampaknya terhadap publik.
Rekomendasi PB HMI untuk Penguatan Sistem Kebencanaan
PB HMI menyampaikan bahwa perbaikan penanganan kebencanaan harus dilakukan secara menyeluruh, mulai dari mitigasi hingga pemulihan. Rizki menegaskan bahwa Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam tata ruang, pengawasan lingkungan, hingga pengelolaan energi dan sumber daya alam.
“PB HMI mendorong pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan untuk meningkatkan kesiapsiagaan bencana, memperketat pengawasan lingkungan, memperbaiki tata ruang, serta memastikan pengelolaan sumber daya alam berjalan dengan prinsip keberlanjutan,” katanya.
Ia juga menekankan perlunya sistem early warning yang lebih kuat, peningkatan koordinasi lintas kementerian, dan pemanfaatan teknologi sebagai bagian dari strategi mitigasi.
Kritik Tetap Perlu, Namun Harus Membangun
Rizki menegaskan bahwa kritik adalah bagian dari demokrasi dan sah untuk disampaikan. Namun ia menekankan bahwa kritik harus diarahkan untuk memperkuat sistem, bukan menyerang personal atau institusi.
“Kritik itu boleh, bahkan penting. Tetapi harus disampaikan dengan data, etika, dan semangat membangun. Kita semua punya tanggung jawab untuk memastikan kritik menjadi ruang evaluasi, bukan alat memperkeruh suasana,” tegasnya.
Ajakan untuk Tetap Solid dan Humanis
Di akhir keterangannya, PB HMI mengajak seluruh pihak menjaga narasi publik tetap tenang, inklusif, dan berorientasi pada kemanusiaan. Menurutnya, bencana adalah momentum bagi bangsa untuk memperkuat solidaritas, bukan memunculkan sekat politik.
“Ini waktu untuk bersatu, saling menguatkan, dan memberikan dukungan nyata bagi saudara-saudara kita yang terdampak. Ketika masyarakat masih berjuang melewati masa sulit, narasi yang mengedepankan solusi adalah yang paling dibutuhkan,” tutup Rizki. (nsp)
Load more