Rotasi Pejabat Besar-Besaran di Kejagung Dinilai Sesuai Aturan, Pengamat BRIN: Tidak Mungkin Serampangan atas Dasar Nepotisme
- Istimewa
Jakarta, tvOnenews.com - Kebijakan Jaksa Agung ST Burhanuddin melakukan rotasi sejumlah pejabat di lingkungan Kejaksaan RI belum lama ini menjadi sorotan. Salah satu yang dikritik sejumlah pihak adalah karena sebagian pejabat yang belum lama menjabat dipindahkan ke posisi baru.
Bahkan, hal ini kemudian memunculkan anggapan bahwa rotasi tersebut bermuatan politis dan tidak didasarkan pada kebutuhan organisasi.
Namun demikian, Peneliti BRIN sekaligus pakar hukum Universitas Nasional, Ismail Rumadan, menilai kebijakan rotasi itu masih berada dalam koridor aturan manajemen kepegawaian di tubuh Kejaksaan RI.
Ia memandang langkah tersebut bagian dari proses pengelolaan sumber daya manusia yang telah diatur dan direncanakan secara sistematis.
Ismail menekankan bahwa rotasi yang dilakukan Kejaksaan dalam beberapa bulan terakhir mencakup ratusan pejabat, sehingga tidak relevan jika dikaitkan dengan kepentingan tertentu atau ditafsirkan secara berlebihan.
"Yang perlu diingat, sejak Oktober lalu mutasi dan promosi itu menyasar ratusan pejabat, bukan satu dua orang saja. Artinya sudah pasti melalui tahapan perencanaan dan pertimbangan sesuai peraturan perundang-undangan,” kata Ismail, kepada wartawan, Jumat (28/11).
Ia menjelaskan, mutasi memiliki banyak tujuan, mulai dari penyegaran organisasi, pemenuhan formasi jabatan yang kosong, pemberian pengalaman lintas wilayah, hingga peningkatan motivasi pegawai. Mutasi juga dapat dilakukan sebagai bentuk penghargaan maupun penerapan sanksi sesuai kinerja.
“Kejaksaan itu lembaga besar yang sedang dipercaya publik, tidak mungkin merusak diri dengan melakukan rotasi serampangan atas dasar nepotisme atau perkoncoan,” ujarnya.
Terkait sejumlah pejabat yang kembali dimutasi dalam waktu relatif singkat, Ismail menegaskan bahwa Jaksa Agung sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dan Pejabat yang Berwenang (PYB) memiliki kewenangan melakukan penataan tersebut, bahkan sebelum melewati masa dua tahun jabatan.
“Dari ratusan pejabat yang dilantik, berapa orang yang kembali dimutasi? Saya pikir sebagian kecil saja. Kalau dari jabatan wakil Kajati satu daerah dipindah ke jabatan yang sama di daerah lain apa masalahnya? Yang salah itu kalau pangkatnya tidak sesuai tapi dipaksakan,” ungkap Ismail.
Ia juga menyayangkan narasi yang menyebut rotasi tersebut sebagai langkah politik untuk mempertahankan jabatan atau meningkatkan posisi tawar Jaksa Agung menjelang pergantian pimpinan.
Load more