Otto Hasibuan Tegaskan Rehabilitasi ASDP oleh Prabowo Bukan Intervensi Hukum: Presiden Laksanakan Hak dan Kewajiban Konstitusional Dia
- Antara
Jakarta, tvOnenews.com - Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Wamenko Kumham Imipas) Otto Hasibuan menegaskan bahwa pemberian hak rehabilitasi oleh Presiden Prabowo Subianto dalam perkara dugaan korupsi ASDP tidak dapat dianggap sebagai campur tangan terhadap proses hukum.
Hal ini disampaikan sebagai respons atas kritik publik yang menilai langkah tersebut berpotensi mengganggu independensi penegakan hukum.
Menurutnya, perlu ada pemahaman yang jelas mengenai kewenangan Presiden terkait rehabilitasi, terutama setelah Indonesian Corruption Watch (ICW) menyebut kebijakan tersebut bisa menciptakan preseden buruk bagi praktik hukum di Indonesia.
Ia menilai bahwa keputusan Presiden justru berangkat dari kehati-hatian, termasuk memastikan tidak ada warga yang dipidana tanpa dasar, sekaligus menjaga agar pelaku yang bersalah tidak luput dari pertanggungjawaban.
"Bapak Presiden tidak mau terjadi ada orang yang tidak bersalah di hukum, dan tidak mau juga ada orang yang bersalah bebas," katanya seusai memenuhi panggilan Presiden di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (28/11/2025).
Otto menegaskan bahwa Presiden bertindak berdasarkan hak prerogatif yang dijamin konstitusi, khususnya Pasal 14 UUD 1945 yang memberikan kewenangan untuk menetapkan grasi, rehabilitasi, amnesti, dan abolisi.
Ia menjelaskan bahwa kewenangan tersebut memungkinkan Presiden memberikan rehabilitasi dengan pertimbangan tertentu yang tidak harus dipublikasikan.
"Konstitusi mengatakan bahwa Presiden memperhatikan, memberikan rehabilitasi. Pertimbangan ini tentunya hanya Presiden yang tahu apa sebabnya dia memberikan itu,” ujarnya.
Dalam pembahasan bersama Presiden, Otto melihat adanya komitmen kuat dari Prabowo Subianto untuk menjaga rasa keadilan masyarakat. Menurutnya, keputusan rehabilitasi tidak dimaksudkan untuk melemahkan penegakan hukum, melainkan pelaksanaan kewajiban konstitusional yang harus dijalankan Presiden.
Otto juga merinci perbedaan antara rehabilitasi yuridis yang diputuskan oleh pengadilan untuk memulihkan nama baik terdakwa yang dinyatakan tidak bersalah, dan rehabilitasi konstitusional yang diberikan Presiden sebagai bagian dari hak prerogatif.
“Jadi, saya kira merupakan jauh daripada intervensi, justru Presiden melaksanakan hak dan kewajiban konstitusional dia yang dipandangnya tepat dan benar untuk kepentingan bangsa negara,” katanya.
Sebelumnya, Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman kepada tiga pejabat PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) dalam kasus kerja sama usaha dan akuisisi PT Jembatan Nusantara yang dinilai menyebabkan kerugian negara Rp1,25 triliun.
Mantan Direktur Utama ASDP Ira Puspadewi divonis 4,5 tahun penjara, sementara dua pejabat lain, Muhammad Yusuf Hadi dan Harry Muhammad Adhi Caksono, masing-masing dijatuhi hukuman empat tahun.
Namun, putusan tersebut tidak diambil secara bulat. Ketua majelis hakim Sunoto menyampaikan dissenting opinion yang menyatakan tidak ditemukan unsur korupsi dalam kasus tersebut, bahkan menilai perkara ini lebih layak diselesaikan secara perdata melalui pendekatan business judgement rule.
Di tengah perbedaan pandangan tersebut, Presiden Prabowo Subianto menggunakan hak prerogatifnya untuk memberikan rehabilitasi kepada ketiga pejabat ASDP tersebut berdasarkan ketentuan konstitusi. (ant/rpi)
Load more