Prabowo Terbitkan Rehabilitasi untuk Eks Dirut ASDP, Pakar Hukum UI Nilai Potensi Timbulkan Beban Baru
- Antara
Jakarta, tvOnenews.com - Presiden RI, Prabowo Subianto, resmi menandatangani surat rehabilitasi bagi mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry, Ira Puspadewi, serta dua mantan pejabat ASDP lainnya yang terseret kasus dugaan korupsi akuisisi saham PT Jembatan Nusantara (JN) periode 2019–2022.
Kebijakan ini memantik sorotan, termasuk dari Guru Besar Hukum Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana.
Guru Besar Hukum Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, menilai langkah Presiden sudah berada pada jalur yang tepat, namun bukan tanpa catatan serius.
“Ya, menurut saya sih sudah tepat (beri surat rehabilitasi),” ujar Hikmahanto saat dihubungi tvOnenews.com, Rabu (26/11/2025).
Ia menilai pemberian rehabilitasi justru berpotensi menimbulkan beban baru bagi pihak yang direhabilitasi.
“Cuman kan sering kali ini gini, kalau rehabilitasi ini agak juga menyulitkan Bu Ira, karena seolah-olah Bu Ira masih dalam posisi, ya dia disalahkan oleh pengadilan. Karena kalau rehabilitasi itu adalah pemulihan hak. Karena apa? Karena ada kekeliruan tentang orangnya, atau hukum yang diterapkan,” jelasnya.
Menurut Hikmahanto, mekanisme koreksi hukum seharusnya dilakukan terlebih dahulu di tingkat peradilan yang lebih tinggi.
“Sedangkan hukum yang diterapkan harusnya dilihat oleh pengadilan tinggi, bukan pengadilan negeri. Makanya pengadilan tinggi masih bisa dilihat di Mahkamah Agung. Kecuali kalau di Mahkamah Agung udah nggak bisa apa-apa lagi, ya sudah,” katanya.
Hikmahanto mengingatkan, keputusan eksekutif yang turun sebelum proses hukum selesai seringkali memunculkan persepsi intervensi. Ia menyinggung kasus serupa yang pernah menimpa tokoh lain.
“Ini soalnya kan kemarin Pak Tom Lembong (kasus korupsi impor gula) juga seperti ini. Diberikan abolisi. Jadi seolah-olah belum sampai selesai, tapi udah diintervensi seolah-olah sama Presiden. Ini yang juga jadi masalah juga,” ujarnya.
Ira Puspadewi dan dua mantan pejabat ASDP lainnya, Muhammad Yusuf Hadi serta Harry Muhammad Adhi Tjaksono, sebelumnya divonis terkait keputusan bisnis akuisisi PT Jembatan Nusantara yang dilakukan ASDP pada 2019–2022.
Jaksa Penuntut Umum menilai proses kerja sama usaha dan akuisisi tersebut merugikan negara.
Ketiganya tetap menyangkal adanya niat jahat, dan sejumlah ahli menilai persoalan tersebut lebih tepat dipandang sebagai risiko investasi, bukan tindak pidana korupsi.
Load more