KPK Imbau Tegas BUMN Tetap Melakukan Aksi Korporasi: Walau Ada Dugaan Kasus Korupsi ASDP
- ANTARA
Jakarta, tvOnenews.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau badan usaha milik negara (BUMN) tetap melakukan aksi korporasi meski ada kasus dugaan korupsi dalam proses kerja usaha dan akuisisi PT Jembatan Nusantara yang dilakukan oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) tahun 2019-2022.
“KPK mengimbau dan mengajak para korporasi jangan ragu untuk melakukan proses pengambilan keputusan,” beber Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Senin (24/11/2025).
Walaupun demikian, Budi mengingatkan kepada tiap BUMN agar dalam proses aksi korporasi tersebut tetap dilakukan dengan cara yang baik dan benar, serta tidak menabrak atau melanggar aturan yang ada.
“Kemudian yang penting proses atau aksi korporasi itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip business judgement rule. Sepanjang itu dilakukan, maka tidak masalah,” katanya.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam penyidikan kasus dugaan korupsi dalam akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP tahun 2019–2022.
Empat tersangka tersebut adalah Direktur Utama PT ASDP periode 2017–2024 Ira Puspadewi, Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP periode 2019–2024 Muhammad Yusuf Hadi, Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP periode 2020–2024 Harry Muhammad Adhi Caksono, dan pemilik PT JN bernama Adjie.
KPK menyebut nilai akuisisi PT JN oleh PT ASDP sebesar Rp1,272 triliun dengan kerugian keuangan negara dalam perkara tersebut mencapai Rp893 miliar.
Sementara itu, KPK telah melimpahkan berkas perkara untuk tiga tersangka dari PT ASDP ke jaksa penuntut umum.
Adapun Adjie awalnya belum ditahan oleh KPK karena alasan kesehatan. Kemudian pada 21 Juli 2025, KPK mengumumkan Adjie telah menjadi tahanan rumah untuk jangka waktu yang mempertimbangkan kesehatannya.
Pada 6 November 2025, terdakwa Ira Puspadewi dalam persidangan mengatakan tidak terima disebut merugikan negara.
Ira meyakini akuisisi tersebut tidak merugikan negara, tetapi menguntungkan karena mendapatkan 53 kapal dengan izin operasi.
Pada 20 November 2025, majelis hakim memvonis Ira selama 4 tahun dan 6 bulan penjara, sementara Yusuf dan Harry dijatuhi pidana 4 tahun penjara. Mereka divonis merugikan keuangan negara senilai Rp1,25 triliun.
Walaupun demikian, Hakim Ketua Sunoto sempat menyatakan perbedaan pendapat atau dissenting opinion dengan memandang perbuatan ketiga terdakwa bukan tindak pidana korupsi. (ant/aag)
Load more