RUU KUHAP Siap Disahkan 18 November, Gelombang Penolakan Membesar: 9 Pasal Dinilai Berbahaya untuk Warga
- Syifa Aulia
Jakarta, tvOnenews.com - Rencana pengesahan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) pada 18 November 2025 memicu gelombang penolakan besar dari masyarakat.
Komisi III DPR RI bersama Pemerintah telah sepakat membawa RUU ini ke Rapat Paripurna, namun berbagai kelompok sipil, praktisi hukum, hingga netizen menyuarakan keberatan karena sejumlah pasal dianggap mengancam kebebasan sipil dan melemahkan kontrol hukum.
Pembahasan RUU KUHAP sendiri telah berlangsung sejak Februari 2025. Seiring mendekati waktu pengesahan, kritik publik semakin kencang karena beberapa pasal dinilai membuka ruang penyalahgunaan wewenang, melemahkan peran hakim, hingga mengancam transparansi proses peradilan.
Salah satu kritik terbesar muncul terkait Restorative Justice (RJ). Warganet menilai konsep RJ dalam RUU ini kabur dan berpotensi disalahgunakan sejak tahap penyelidikan tanpa penetapan hakim.
“Restorative Justice bisa pada saat belum ada tindak pidana? Belum ada tindak pidana kok ada ‘pelaku’? RJ ini tanpa penetapan hakim,” tulis akun X @maidina__.
Penolakan juga datang dari akun lain yang menilai pembahasan RUU KUHAP berlangsung terlalu cepat dan minim partisipasi publik. “Kita dihadapi sama pengesahan RKUHAP super bahaya yang dikebut DPR,” cuit @barengwarga.
Di tengah derasnya kritik, berikut adalah daftar pasal-pasal yang dinilai paling kontroversial dan berpotensi membahayakan warga jika disahkan.
Daftar 9 Pasal Kontroversial dalam RUU KUHAP
1. Pasal 23 — Laporan Berpotensi Diabaikan
Pasal ini hanya mengatur alur pelaporan internal kepolisian tanpa kewajiban tindak lanjut, batas waktu pemeriksaan, atau mekanisme pengawasan. Situasi ini dikhawatirkan membuat laporan masyarakat—termasuk korban kekerasan seksual—mudah diabaikan tanpa akuntabilitas.
2. Pasal 149, 152, 153, 154 — Pengawasan Hakim Dipersempit
Serangkaian pasal ini mempersempit ruang hakim dalam mengawasi penyidikan. Banyak keputusan penting dapat diambil penyidik tanpa pengawasan pengadilan, membuka peluang penyalahgunaan wewenang.
3. Pasal 85, 88, 89, 90, 93, 105, 106, 112 — Upaya Paksa Tanpa Batas Jelas
Pasal-pasal ini mengatur penangkapan dan penggeledahan, tetapi tidak menetapkan standar tegas kapan aparat boleh melakukan upaya paksa. Tanpa batasan, tindakan sewenang-wenang berpotensi marak.
4. Pasal 138 ayat (2) huruf d, 191 ayat (2), 223 ayat (2)-(3) — Sidang Elektronik Minim Transparansi
Load more