Viral Hacker Bjorka Kembali Beraksi, Lembaga Riset Keamanan Siber Ungkap Dampak Berbahaya
- Istimewa
Pratama menekankan, krisis seperti ini semestinya menjadi momentum untuk memperkuat regulasi dan tata kelola data nasional.
Operator telekomunikasi harus memperketat proses validasi pelanggan dengan sistem multi-faktor, bukan hanya mengandalkan KTP dan KK.
"Proses pemindahan nomor antar-operator perlu pengamanan tambahan seperti port freeze dan audit log yang terenkripsi. Sementara itu, regulator harus memastikan adanya mekanisme audit berkala, sanksi tegas bagi operator yang lalai, dan kewajiban notifikasi kebocoran kepada publik," tegasnya.
Lebih lanjut, kata Pratama, peristiwa ini menggarisbawahi pentingnya percepatan implementasi UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) beserta pembentukan Badan Perlindungan Data Pribadi (Badan PDP) yang berfungsi independen.
Sebab, tanpa otoritas yang berwenang menegakkan standar keamanan data dan memantau seluruh lembaga penyimpan data, kebocoran serupa akan terus berulang tanpa ada pertanggungjawaban yang jelas.
"Badan PDP harus diberi kewenangan untuk melakukan audit, memberikan rekomendasi sanksi, serta mendorong penerapan teknologi enkripsi dan anonimisasi data yang memadai," ungkapnya.
Dari sisi masyarakat, saran Pratama, peningkatan literasi keamanan digital menjadi kunci. Pengguna perlu memahami risiko menggunakan SMS sebagai metode autentikasi dan mulai beralih ke sistem two-factor authentication berbasis aplikasi.
"Pemerintah dan sektor swasta juga dapat menyediakan kanal pemulihan identitas serta layanan pemantauan akun bagi korban kebocoran. Dengan begitu, dampak lanjutan seperti penipuan dan pencurian identitas dapat diminimalkan," pungkasnya. (raa)
Load more