Perintah Prabowo Usai Pantau Sitaan Uang Kasus CPO Rp13,25 Triliun: Renovasi 8.000 Sekolah atau Bangun 600 Kampung Nelayan
- Abdul Gani Siregar/tvOnenews
Jakarta, tvOnenews.com - Presiden RI, Prabowo Subianto, menyebut uang sitaan hasil tindak pidana korupsi ekspor Crude Palm Oil (CPO) senilai Rp13,25 triliun memiliki potensi besar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Nilai fantastis tersebut, kata Prabowo, cukup untuk merenovasi 8.000 sekolah atau membangun 600 kampung nelayan di seluruh Indonesia.
Pernyataan itu disampaikan Prabowo saat menyaksikan langsung penyerahan barang bukti sitaan Rp13,25 triliun dari kasus korupsi CPO dan turunannya di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin (20/10/2025).
“Saudara-saudara, Rp13 triliun ini kita bisa memperbaiki renovasi 8.000 sekolah, 8 ribu lebih sekolah,” kata Prabowo di hadapan jajaran menteri dan Kejaksaan Agung.
Prabowo menegaskan, dana sebesar itu jika dimanfaatkan dengan benar dapat memberikan dampak luas bagi pembangunan sosial dan ekonomi rakyat. Salah satunya, kata dia, untuk mendukung program pembangunan kampung nelayan yang menjadi salah satu prioritas pemerintah.
“Rencananya sampai akhir 2026, kita akan dirikan 1.100 desa nelayan. Tiap desa itu anggarannya Rp22 miliar. Jadi Rp13 triliun ini kita bisa membangun 600 kampung nelayan,” ujarnya.
Prabowo menjelaskan, satu kampung nelayan dapat menampung 2.000 kepala keluarga atau sekitar 5.000 jiwa. Jika 1.000 kampung nelayan berhasil dibangun, maka sekitar 5 juta rakyat Indonesia dapat hidup lebih layak.
“Kalau kali 1.000, itu 5 juta orang Indonesia bisa hidup layak. Itu kalau 1.000, kalau 600 berarti 5 juta rakyat Indonesia,” jelasnya.
Kehadiran Presiden dalam acara ini menjadi simbol kuat komitmen pemerintah untuk memastikan aset hasil korupsi dikembalikan kepada negara dan digunakan sepenuhnya untuk kepentingan rakyat.
Prabowo menekankan, setiap rupiah yang berhasil diselamatkan harus memberi manfaat nyata bagi kesejahteraan masyarakat.
Rinciannya, Wilmar Group telah menyetor Rp11,88 triliun, Musim Mas Group sebesar Rp1,8 triliun, dan Permata Hijau Group baru Rp1,86 miliar. Sementara sisa Rp4,4 triliun masih menjadi tanggungan Musim Mas dan Permata Hijau Group, yang kini mengajukan skema penundaan dan cicilan pembayaran.
Kasus korupsi ini berawal dari kelangkaan minyak goreng pada awal 2022, ketika sejumlah perusahaan sawit justru mengekspor CPO ke pasar internasional demi meraup keuntungan tinggi.
Saat itu, harga internasional mencapai Rp23,6 juta per ton atau sekitar Rp22.700 per liter, jauh di atas harga domestik Rp14.200 per liter.
Kejagung menemukan adanya praktik gratifikasi di Kementerian Perdagangan yang membuat tiga grup sawit tersebut leluasa melakukan ekspor di tengah krisis minyak goreng.
Dari hasil penyelidikan, lima nama kemudian diseret ke pengadilan: Master Parulian Tumanggor (Wilmar Group), Pierre Togar Sitanggang (Musim Mas Group), Stanley Ma (Permata Hijau Group), eks Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana, dan ekonom Lin Che Wei.
Penetapan ini berlanjut pada 17 entitas korporasi di bawah tiga grup tersebut. Pengadilan pun memutuskan ganti rugi negara masing-masing: Wilmar Group sebesar Rp11,88 triliun, Musim Mas Group Rp4,89 triliun, dan Permata Hijau Group Rp937 miliar. (agr/iwh)
Load more