Usai Disebut Monopoli Kios, Pedagang Pasar Barito Balik Serang Pemprov DKI: Rakyat Tak Punya Kekuatan untuk Monopoli
- Abdul Gani Siregar/tvOnenews.com
Jakarta, tvOnenews.com - Suara perlawanan datang dari para pedagang Pasar Burung Barito, Jakarta Selatan, usai Dinas PPKUKM DKI Jakarta menuding adanya praktik monopoli sewa kios di pasar legendaris tersebut.
Para pedagang menilai tuduhan itu menyesatkan dan mengalihkan persoalan utama, yakni ketidaktransparanan dalam sistem pengelolaan pasar oleh birokrasi pemerintah.
Kuasa hukum pedagang Pasar Barito, Fahmi Akbar, menegaskan bahwa rakyat kecil tidak punya kekuatan untuk melakukan monopoli, karena mereka tak memiliki modal besar maupun akses terhadap kebijakan.
“Rakyat tidak punya kekuatan untuk melakukan monopoli. Yang punya kekuatan untuk itu adalah mereka yang menguasai alat negara, birokrasi dan modal besar. Pedagang kecil justru korban dari sistem pengelolaan yang tidak transparan, bukan pelaku penyalahgunaan izin,” tegas Fahmi, Minggu (19/10/2025).
Menurut Fahmi, narasi tentang 'penyalahgunaan izin sewa kios' merupakan stigmatisasi yang berbahaya, karena bisa dijadikan alasan untuk menggusur pedagang lama dari ruang ekonomi yang telah mereka bangun sejak era Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin.
“Kami melihat tudingan ini bisa menjadi legitimasi baru bagi kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat kecil. Kalau pemerintah benar-benar ingin menata, lakukan pendataan ulang dan buka ruang dialog yang jujur serta partisipatif,” bebernya.
Ia juga memperingatkan agar rencana pemindahan pedagang ke Sentra Fauna Lenteng Agung tidak menjadi kedok untuk menciptakan bentuk monopoli baru yang dilegalkan negara.
“Jangan sampai atas nama penataan, yang terjadi justru pemindahan kekuasaan ekonomi rakyat ke tangan segelintir elite. Itu bukan solusi, tapi bentuk monopoli baru,” tegasnya.
Dalam pernyataan sikap yang dirilis bersama, para pedagang menilai tudingan Dinas PPKUKM sebagai bentuk “distorsi struktural yang menyesatkan secara sosial, ekonomi, dan politik kelas rakyat miskin kota.”
Mereka menuding birokrasi pasar justru menjadi instrumen yang mengatur siapa boleh hidup dan siapa disingkirkan dari ruang ekonomi kota.
Pedagang juga menolak keras label “monopoli” yang dilekatkan kepada mereka.
Mereka menilai, monopoli justru lahir dari kekuasaan dan akumulasi modal, bukan dari rakyat kecil yang sekadar berjuang bertahan di tengah mahalnya biaya sewa dan persaingan tidak sehat.
“Akar persoalan bukan di pedagang, tapi di sistem pengelolaan yang tidak transparan. Pedagang tidak punya kewenangan menentukan siapa yang dapat kios. Itu sepenuhnya diatur oleh birokrasi,” tegas pernyataan para pedagang.
Mereka menyerukan agar Pemprov DKI membuka ruang dialog terbuka dan partisipatif, bukan malah melempar stigma.
Sebelumnya, Kepala Dinas PPKUKM DKI Jakarta, Elisabeth Ratu Rante Allo, mengungkap adanya dugaan praktik monopoli sewa kios oleh sejumlah pedagang di Pasar Barito, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Dari total 158 kios, sebanyak 93 kios diduga dikuasai oleh segelintir orang.
“Ada satu pedagang bisa menguasai 10 sampai 15 kios untuk kemudian mereka sewakan kepada pedagang kecil,” ujar Ratu dalam keterangannya, Jumat (17/10/2025).
Namun bagi pedagang, tudingan itu justru mengaburkan akar masalah dan berpotensi menjadi legitimasi baru bagi kebijakan yang meminggirkan ekonomi rakyat kecil. (rpi/aag)
Load more