Kebijakan BMAD dan Safeguard LLDPE Menuai Penolakan, Asosiasi Industri Khawatirkan Dampaknya
- istimewa
“Masukan dari asosiasi sangat penting, terutama bila dilengkapi dengan data teknis dan analisis ekonomi. Hal ini akan menjadi bahan pertimbangan utama dalam merumuskan kebijakan yang seimbang,” jelasnya.
Ano juga menegaskan bahwa persoalan ini tidak bisa ditangani satu instansi saja, melainkan memerlukan sinergi lintas kementerian dan lembaga.
“Kolaborasi antarinstansi menjadi kunci untuk menemukan solusi yang berimbang, sehingga kebijakan yang diambil mampu mendukung pertumbuhan industri nasional tanpa mengorbankan sektor hilir yang menjadi penopang banyak tenaga kerja,” bebernya.
Perdebatan mengenai BMAD sesungguhnya mencerminkan dilema struktural dalam kebijakan industri di Indonesia: bagaimana melindungi produsen hulu dari praktik dumping yang merusak pasar, tanpa mengorbankan daya saing sektor hilir yang justru menyerap tenaga kerja besar dan menjadi ujung tombak ekspor serta konsumsi domestik.
Jika keseimbangan ini tidak terjaga, rantai pasok industri nasional berisiko terganggu, investasi bisa terhambat, dan produk lokal makin sulit bersaing dengan barang impor.
Kini, semua pihak menunggu langkah pemerintah berikutnya. Asosiasi industri berharap suara mereka menjadi bagian dari pertimbangan kebijakan, sementara pemerintah menegaskan komitmennya untuk mencari jalan tengah melalui dialog dan basis data yang kuat.
Seperti disampaikan Ano Juhana, “Tujuan kami bukan hanya mengatur arus impor, tetapi memastikan kebijakan yang ada mendukung pertumbuhan industri nasional secara menyeluruh.”
Apakah kebijakan BMAD akan dikaji ulang, atau tetap dijalankan untuk melindungi industri hulu, masih menjadi pertanyaan terbuka.
Namun yang jelas, keputusan pemerintah nantinya akan menjadi penentu arah masa depan ekosistem industri plastik, makanan-minuman, elektronik, hingga daur ulang di Indonesia—sektor-sektor strategis yang menjadi denyut nadi perekonomian nasional. (aag)
Load more