Dalang Penculikan Sadis Kacab Bank BRI Juga Otak Pembobolan Rekening Dormant Bank BUMN Lain Rp204 M
- Foe Peace Simbolon
Jakarta, tvOnenews.com – Kasus pembobolan rekening bank tidak aktif atau dormant account dengan keuntungan Rp204 miliar yang dibongkar Bareskrim Polri ada kaitan dengan kasus penculikan sadis Kepala Cabang Pembantu (Kacab) Bank BUMN di Cempaka Putih, Muhammad Ilham Pradipta.
Polisi mengungkap ada dua nama yang terlibat di balik dua kasus tersebut, yakni Candy alias Ken dan Dwi Hartono. Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Polisi Helfi Assegaf, membeberkan peran keduanya.
Candy disebut sebagai otak intelektual atau mastermind pembobolan rekening dormant senilai ratusan miliar rupiah. Candy bahkan mengaku sebagai anggota Satgas Perampasan Aset yang menjalankan tugas negara secara rahasia saat menemui Kacab bank BUMN lain di Jawa Barat berinisial AP.
"Jaringan sindikat pembobol bank yang mengaku sebagai Satgas Perampasan Aset menjelaskan cara kerja serta peran masing-masing dari mulai persiapan, pelaksanaan eksekusi sampai tahap timbal balik hasil," kata Helfi, Kamis, 25 September 2025.
Sementara itu, Dwi Hartono berperan di klaster pencucian uang. Ia membuka blokir rekening dan memindahkan dana jumbo ke sejumlah rekening penampungan.
Selain Candy, Dwi, dan AP, enam tersangka lain juga ditetapkan. Mereka adalah GRH (43) selaku Consumer Relations Manager (CRM); lalu ada NAT (36) yang merupakan mantan pegawai teller bank BUMN. Kemudian ada R (51) yang berperan sebagai mediator untuk mencari dan mengenalkan Kacab dan menerima aliran dana hasil kejahatan. Serta TT (38) yang menerima dan mengelola uang hasil kejahatan.
Selanjutnya ada IS berperan menyiapkan rekening penampungan dan menerima uang hasil kejahatan, dan DR (44) berperan sebagai konsultan hukum untuk melindungi sindikat pembobol bank serta aktif dalam perencanaan eksekusi pemindahan dana.
Peran mereka dari memberikan akses ilegal ke core banking, menghubungkan jaringan, hingga menyalurkan dana haram. "Klaster pencucian uang yaitu tersangka DH yang berperan melakukan pembukaan blokir rekening dan memindahkan dana yang terblokir," kata Helfi.
Atas hal itu, mereka dikenakan Pasal 49 Ayat 1 huruf A dan ayat 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan Juncto Pasal 55 KUHP dengan ancaman 15 tahun penjara dan denda Rp200 miliar.
Lalu, pasal selanjutnya yang dikenakan yakni Pasal 46 Ayat 1 Jo Pasal 30 Ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang perubahan kedua atas UU Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman penjara 6 tahun dan denda Rp600 juta.
Juga pasal yang dikenakan yakni Pasal 82 dan Pasal 85 UU Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana dan Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"Ancaman hukuman yaitu 20 tahun penjara dan Rp20 miliar," katanya lagi.
Sebelumnya diberitakan, lembaran uang tunai senilai Rp204 miliar dipajang aparat Badan Reserse Kriminal Polri. Tumpukan uang jumbo itu disebut-sebut hasil kejahatan sindikat pembobol rekening bank tidak aktif atau dormant account.
Polri menyebut kasus ini bukan sekadar kriminal perbankan biasa. Ada unsur tindak pidana perbankan, ITE, hingga dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
“Berkaitan dengan pengungkapan tindak pidana perbankan atau tindak pidana ITE dan atau Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU),” kata Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri, Komisaris Besar Polisi Erdi A. Chaniago, Kamis, 25 September 2025.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Polisi Helfi Assegaf, menambahkan, sembilan orang telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka disebut sebagai bagian dari sindikat kejahatan perbankan yang terorganisir.
"Menetapkan sembilan orang tersangka," ujar Helfi. (nsp)
Foe Peace Simbolon / VIVA
Load more