Impor 1 Juta Sapi Perah Masih Jauh di Bawah Target, Bakal Pengaruhi Program MBG
- ist
Keresahan ini memang beralasan. Produksi susu segar dalam negeri baru mampu memenuhi sekitar 20 persen kebutuhan nasional, sementara 80 persen sisanya ditopang impor.
Ketergantungan yang demikian tinggi membuat Indonesia rapuh terhadap gejolak harga global. Apalagi sejak hadirnya Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Minum Susu Gratis, kebutuhan melonjak drastis.
Program ini menargetkan lebih dari 80 juta siswa dari tingkat SD hingga SMA/SMK. Jika setiap anak mendapat 200 ml susu per hari sekolah, kebutuhan susu nasional untuk MBG saja mencapai 16 juta liter per hari, atau 3,2 miliar liter per tahun.
Bandingkan dengan produksi nasional saat ini yang hanya 1 miliar liter per tahun. Kesenjangan ini menimbulkan risiko serius: program MBG terancam tidak konsisten, bahkan bisa memicu kekecewaan publik.
Dari sisi teknis, kebutuhan sapi perah makin mendesak. Seekor sapi rata-rata menghasilkan 15–20 liter susu per hari. Untuk memenuhi kebutuhan MBG saja, Indonesia memerlukan 800 ribu hingga 1 juta ekor sapi produktif.
Populasi saat ini baru sekitar 600 ribu ekor, sehingga defisit ratusan ribu ekor adalah krisis nyata, bukan ancaman di masa depan.
Selain itu, masalah distribusi memperparah keadaan. Sebagai negara kepulauan, tanpa infrastruktur rantai dingin (cold chain) yang memadai, susu segar sulit menjangkau pelosok.
Akibatnya, sebagian produksi berisiko terbuang, sementara anak-anak di daerah terpencil tidak mendapat gizi yang dijanjikan.
Industri Pengolahan Susu (IPS) seharusnya menjadi bagian dari solusi. Namun kenyataan bahwa banyak IPS masih bergantung pada susu bubuk impor justru menambah keresahan. Jika kondisi ini tidak berubah, maka tambahan sapi perah hanya akan jadi angka, bukan mesin produksi nasional.
Jika IPS mau serius menyerap susu lokal, dampaknya luar biasa: tambahan produksi 2 miliar liter susu per tahun, penghematan devisa hingga Rp60 triliun, dan penciptaan ratusan ribu lapangan kerja di sektor hulu-hilir.
Tetapi bila IPS tetap pasif, keresahan yang disampaikan Wahyu, Syafeezan, dan Bayu akan terbukti, peternak kehilangan semangat, sapi impor tidak produktif, dan MBG kembali bergantung pada impor susu bubuk.
Load more